YES: KIPRAH NONMUSIK MEREKA
Dipublikasikan pertama kali di harian Kompas, 2 Agustus 2003
“Hearing….hearing your wonderous stories……hearing your wonderous stories….”
Begitu lincahnya jemari Rick Wakeman memainkan piano mengiringi koor amatiran sekumpulan penggemar di sebuah lobi hotel di Jakarta awal tahun 2002 lalu. Para penggemar tampak begitu antusias untuk ikut bernyanyi pada kesempatan yang mungkin hanya sekali seumur hidup itu.
Bayangkan, bernyanyi diiringi permainan piano sang maestro kibor grup rock progresif asal Inggris, Yes, itu. Itulah sekelumit gambaran betapa dekatnya hubungan personil Yes dengan para penggemarnya, sehari setelah berakhirnya konser Rick Wakeman di Jakarta.
Tanggal 23 September mendatang, Wakeman akan kembali lagi ke Jakarta. Kali ini dia tidak datang sendiri, tetapi membawa serta rekan-rekannya yang tergabung dalam Yes untuk manggung di Jakarta. Menyaksikan konser Yes merupakan cita-cita yang sudah lama diimpikan para penggemarnya di Indonesia.
Sudah 35 tahun Yes menjadi legenda hidup dalam kancah musik rock progresif karena sepanjang kariernya nyaris tidak pernah berhenti berkarya walaupun sering berganti formasi. Kalo ini, dalam rangka tur dunia, Yes ke Jakarta dengan formasi Wakeman, Jon Anderson (vokalis), Chris Squire (bas), Steve Howe (gitar), dan Alan White.
Meskipun semua masih mencurahkan perhatian kepada produksi album dan konser, masing-masing personil juga masih aktif berkarya baik di bidang musik itu sendiri, maupun di dunia nonmusik lainnya.
Anderson, yang termasuk religius, juga aktif melukis dan mempelajari seni fotografi serta juga membuat puisi. Bersama organisasi-organisasi lingkungan hidup, dia membuat Opioworld, semacam LSM. Anderson juga pernah memasukan musik gamelan Bali dalam salah satu albumnya Animation, (1982).
Howe aktif memberikan lokakarya gitar, mengoleksi ratusan gitar antik dari mancanegara, dan menerbitkan berjilid-jilid buku-buku serta berkeping-keping serial CD-Rom mengenai teknik bermain gitar. White senang berkolaborasi dengan musisi-musisi kontemporer, sementara Squire rajin berkolaborasi dengan Billy Sherwood (mantan Yes).
Sedangkan Wakeman, satu-satunya personil Yes yang non-vegetarian, tercatat menerbitkan lebih dari 90 album. Kini Wakeman juga aktif bersama bandnya sendiri, The New English Rock Ensemble yang mendukung konser di Jakarta serta mengadakan turnamen-turnamen golf.
Bukan Cuma personel yang sekarang saja yang berkipirah di dunia-dunia lain. Para mantan personil Yes juga tidak kalah sibuknya. Selain lima personil yang akan konser di Jakarta ini, Yes juga pernah diperkuat oleh tiga gitaris (Peter Banks, Trevor Rabin, dan Sherwood), empat pemain kibor (Tony Kaye, Patrick Moraz, Geoff Downes, dan Igor Khoroshev), seorang vokalis (Trevor Horn), dan seorang pemain drum (Bill Bruford).
Bruford kini mempunyai sebuah band beraliran jazz, Earthworks. Moraz sering menyumbangkan bakatnya untuk kepentingan-kepentingan amal, sedangkan Horn memilih karir sebagai produser. Horn ini juga yang menghasilkan album Yes, 90125 (1983) dan single Owner of a Lonely Heart, yang menjadi album Yes pertama yang menjadi hit serta meraih penghargaan multiplatinum. Horn juga berkolaborasi bersama penyanyi kulit hitam yang kondang, Seal, untuk meraih hadiah Grammy Award.
Downes sampai sekarang masih terus memproduksi album-album dan kini sedang tur bersama band Asia. Rabin dikenal andal dalam penulisan original score film-film box-office, salah satunya film Armageddon yang dibintangi Bruce Willis.
Masih banyak mantan personil Yes lainnyaseperti Banks, Kaye, Sherwood, yang sampai kini masih aktif bermusik dan menulis buku biografi. Kiprah para personil Yes ini, menjadi teladan bahwa berkarya tidaklah mengenal batas usia.
Mereka pun membuktikan bahwa karya-karya pemusik tidak selalu harus di dunia musik itu sendiri, namun dapat juga di bidang-bidang seni lainnya. Menurut saya, prestasi mereka ini pantas menjadi suri teladan bagi para musisi Indonesia.
Karir Yes sepanjang 35 tahun juga tidak terlepas dari peranan para penggemarnya di seluruh dunia dan juga dari teknologi internet. Sejak tahun 1991, saat delapan personil Yes reuni, merilis album dan tour bersama, terbitlah majalah Notes From The Edge (http://www.nfte.org) yang berisikan aktivitas dan wawancara dengan Yes dengan para personilnya. Majalah itu juga berisikan tanya jawab antara pemusik dengan penggemar di seluruh dunia. Situs yang dikelola oleh Mike Tiano, penggemar fanatik Yes ini, menjadi tempat berkunjung terfavorit bagi penggemar Yes di mancanegara.
Sejak diperkenalkannya teknologi internet, Yes juga memanfaatkannya secara optimal dengan mendirikan situs Yesworld (http://www.yesworld.com). Dalam situs resmi milik Yes ini, segala berita resmi dan aktivitas para personilnya diumumkan ke seluruh dunia. Tidak hanya itu, berita peluncuran album baru, jadwal konser, ulasan para penonton, buku, video dan DVD, serta sederet berita lainnya dapat diperoleh di situs ini.
Selain situs-situs resmi para personil Yes itu sendiri, masih juga ada beberapa situs Yes yang menarik. Soundchaser (http://www.soundchaser.org) menjadi forum tempat para penggemar berkomunikasi, termasuk gosip-gosip tak resmi perihal Yes. Sementara itu, para penggemar Yes sedunia pun berinisiatif membuat forum tukar informasi melalui Yesservices (http:// http://www.zenponies.com/yes) mengenai informasi terbaru dan terakurat perihal rencana konser dan kegiatan jumpa fans personil Yes dengan penggemarnya.
Pada situs-situs tersebut diatas, janganlah kaget jika sesekali para personil Yes sendiri yang menjawab langsung pertanyaan Anda karena mereka memang dikenal senantiasa mendekatkan diri dengan para penggemarnya. Selain situs-situs tersebut masih ada ratusan situs pribadi yang didedikasikan para penggemar Yes, termasuk di Indonesia melalui milis-milis yang senantiasa menjadi sumber informasi dan interaksi para penikmat musik rock progresif dan klasik.
Sebagian penggemar di Jakarta bahkan beberapa kali mengadakan Yestival, sambil nonton konser video Yes. Penggemar di Amerika bahkan menyelenggarakan festival akbar di lapangan terbuka dan sebagian personil Yes-termasuk yang mantan-hadir dan berkolaborasi di panggung.
Kedekatan Yes dengan para penggemarnya, baik temu muka maupun di dunia maya, membuktikan hubungan artis dengan penggemarnya tidak lagi menjadi hubungan antara penjual dengan pembeli. Melainkan sudah menjadi hubungan persaudaraan. Kedatangan Yes ke Indonesia bulan September mendatang tidak dipandang sebagai suatu komoditas tontonan semata, namun sudah menjadi acara silaturahmi selayaknya anggota keluarga yang sudah tahunan tidak berjumpa.
“Hearing….hearing your wonderous stories……hearing your wonderous stories….”
Begitu lincahnya jemari Rick Wakeman memainkan piano mengiringi koor amatiran sekumpulan penggemar di sebuah lobi hotel di Jakarta awal tahun 2002 lalu. Para penggemar tampak begitu antusias untuk ikut bernyanyi pada kesempatan yang mungkin hanya sekali seumur hidup itu.
Bayangkan, bernyanyi diiringi permainan piano sang maestro kibor grup rock progresif asal Inggris, Yes, itu. Itulah sekelumit gambaran betapa dekatnya hubungan personil Yes dengan para penggemarnya, sehari setelah berakhirnya konser Rick Wakeman di Jakarta.
Tanggal 23 September mendatang, Wakeman akan kembali lagi ke Jakarta. Kali ini dia tidak datang sendiri, tetapi membawa serta rekan-rekannya yang tergabung dalam Yes untuk manggung di Jakarta. Menyaksikan konser Yes merupakan cita-cita yang sudah lama diimpikan para penggemarnya di Indonesia.
Sudah 35 tahun Yes menjadi legenda hidup dalam kancah musik rock progresif karena sepanjang kariernya nyaris tidak pernah berhenti berkarya walaupun sering berganti formasi. Kalo ini, dalam rangka tur dunia, Yes ke Jakarta dengan formasi Wakeman, Jon Anderson (vokalis), Chris Squire (bas), Steve Howe (gitar), dan Alan White.
Meskipun semua masih mencurahkan perhatian kepada produksi album dan konser, masing-masing personil juga masih aktif berkarya baik di bidang musik itu sendiri, maupun di dunia nonmusik lainnya.
Anderson, yang termasuk religius, juga aktif melukis dan mempelajari seni fotografi serta juga membuat puisi. Bersama organisasi-organisasi lingkungan hidup, dia membuat Opioworld, semacam LSM. Anderson juga pernah memasukan musik gamelan Bali dalam salah satu albumnya Animation, (1982).
Howe aktif memberikan lokakarya gitar, mengoleksi ratusan gitar antik dari mancanegara, dan menerbitkan berjilid-jilid buku-buku serta berkeping-keping serial CD-Rom mengenai teknik bermain gitar. White senang berkolaborasi dengan musisi-musisi kontemporer, sementara Squire rajin berkolaborasi dengan Billy Sherwood (mantan Yes).
Sedangkan Wakeman, satu-satunya personil Yes yang non-vegetarian, tercatat menerbitkan lebih dari 90 album. Kini Wakeman juga aktif bersama bandnya sendiri, The New English Rock Ensemble yang mendukung konser di Jakarta serta mengadakan turnamen-turnamen golf.
Bukan Cuma personel yang sekarang saja yang berkipirah di dunia-dunia lain. Para mantan personil Yes juga tidak kalah sibuknya. Selain lima personil yang akan konser di Jakarta ini, Yes juga pernah diperkuat oleh tiga gitaris (Peter Banks, Trevor Rabin, dan Sherwood), empat pemain kibor (Tony Kaye, Patrick Moraz, Geoff Downes, dan Igor Khoroshev), seorang vokalis (Trevor Horn), dan seorang pemain drum (Bill Bruford).
Bruford kini mempunyai sebuah band beraliran jazz, Earthworks. Moraz sering menyumbangkan bakatnya untuk kepentingan-kepentingan amal, sedangkan Horn memilih karir sebagai produser. Horn ini juga yang menghasilkan album Yes, 90125 (1983) dan single Owner of a Lonely Heart, yang menjadi album Yes pertama yang menjadi hit serta meraih penghargaan multiplatinum. Horn juga berkolaborasi bersama penyanyi kulit hitam yang kondang, Seal, untuk meraih hadiah Grammy Award.
Downes sampai sekarang masih terus memproduksi album-album dan kini sedang tur bersama band Asia. Rabin dikenal andal dalam penulisan original score film-film box-office, salah satunya film Armageddon yang dibintangi Bruce Willis.
Masih banyak mantan personil Yes lainnyaseperti Banks, Kaye, Sherwood, yang sampai kini masih aktif bermusik dan menulis buku biografi. Kiprah para personil Yes ini, menjadi teladan bahwa berkarya tidaklah mengenal batas usia.
Mereka pun membuktikan bahwa karya-karya pemusik tidak selalu harus di dunia musik itu sendiri, namun dapat juga di bidang-bidang seni lainnya. Menurut saya, prestasi mereka ini pantas menjadi suri teladan bagi para musisi Indonesia.
Karir Yes sepanjang 35 tahun juga tidak terlepas dari peranan para penggemarnya di seluruh dunia dan juga dari teknologi internet. Sejak tahun 1991, saat delapan personil Yes reuni, merilis album dan tour bersama, terbitlah majalah Notes From The Edge (http://www.nfte.org) yang berisikan aktivitas dan wawancara dengan Yes dengan para personilnya. Majalah itu juga berisikan tanya jawab antara pemusik dengan penggemar di seluruh dunia. Situs yang dikelola oleh Mike Tiano, penggemar fanatik Yes ini, menjadi tempat berkunjung terfavorit bagi penggemar Yes di mancanegara.
Sejak diperkenalkannya teknologi internet, Yes juga memanfaatkannya secara optimal dengan mendirikan situs Yesworld (http://www.yesworld.com). Dalam situs resmi milik Yes ini, segala berita resmi dan aktivitas para personilnya diumumkan ke seluruh dunia. Tidak hanya itu, berita peluncuran album baru, jadwal konser, ulasan para penonton, buku, video dan DVD, serta sederet berita lainnya dapat diperoleh di situs ini.
Selain situs-situs resmi para personil Yes itu sendiri, masih juga ada beberapa situs Yes yang menarik. Soundchaser (http://www.soundchaser.org) menjadi forum tempat para penggemar berkomunikasi, termasuk gosip-gosip tak resmi perihal Yes. Sementara itu, para penggemar Yes sedunia pun berinisiatif membuat forum tukar informasi melalui Yesservices (http:// http://www.zenponies.com/yes) mengenai informasi terbaru dan terakurat perihal rencana konser dan kegiatan jumpa fans personil Yes dengan penggemarnya.
Pada situs-situs tersebut diatas, janganlah kaget jika sesekali para personil Yes sendiri yang menjawab langsung pertanyaan Anda karena mereka memang dikenal senantiasa mendekatkan diri dengan para penggemarnya. Selain situs-situs tersebut masih ada ratusan situs pribadi yang didedikasikan para penggemar Yes, termasuk di Indonesia melalui milis-milis yang senantiasa menjadi sumber informasi dan interaksi para penikmat musik rock progresif dan klasik.
Sebagian penggemar di Jakarta bahkan beberapa kali mengadakan Yestival, sambil nonton konser video Yes. Penggemar di Amerika bahkan menyelenggarakan festival akbar di lapangan terbuka dan sebagian personil Yes-termasuk yang mantan-hadir dan berkolaborasi di panggung.
Kedekatan Yes dengan para penggemarnya, baik temu muka maupun di dunia maya, membuktikan hubungan artis dengan penggemarnya tidak lagi menjadi hubungan antara penjual dengan pembeli. Melainkan sudah menjadi hubungan persaudaraan. Kedatangan Yes ke Indonesia bulan September mendatang tidak dipandang sebagai suatu komoditas tontonan semata, namun sudah menjadi acara silaturahmi selayaknya anggota keluarga yang sudah tahunan tidak berjumpa.
Komentar
Posting Komentar