BRUSSELS PILGRIMAGE: PART 2
Jika sehari sebelumnya di Brussels
saya harus berlari-lari pindah kereta api dan platform, maka kini ceritanya tak
jauh berbeda. Pada hari Selasa, 12 Juni 2012 saya bersama Gerald van Waes
berangkat dari Duffel pagi hari. Tidak terlalu pagi sebenarnya, kira-kira pukul
08:30 kami berangkat dari Duffel menuju Brussels. Menurut petunjuk kereta api
kami harus berhenti di stasiun Brussels Nord, dan berganti kereta api jurusan
Ottignies. Seperti biasa kereta dari Duffel berangkat on time, dan tiba di
Brussels Nord terlambat. Kereta menuju Ottignies sudah berangkat dan kami pun
harus menunggu kereta berikutnya.
Sambil menunggu saya mulai
memperhatikan sekeliling. Stasiun Brussels Nord tidak terlalu besar. Meskipun
tidak terlihat sampah berserakan, namun kondisinya jauh dari mengkilap. Lantai
yang kusam, dinding yang kusam, langit-langit yang kusam.... nyaris semuanya
kusam. Jikapun berwarna putih, tidak tampak putih bersih. Benar kata rekan
kantor yang mengatakan Brussels suasananya ‘grey’. Kereta api yang saya tumpangi
dari Duffel pun memang bersih di dalamnya. Di luarnya? Penuuuuhhh dengan cat
semprot grafitti dan lokomotifnya pun terlihat kuno. Jauh lebih bagus kereta ex
Jepang yang digunakan kereta Pakuan Ekspress Bogor.
Selepas Ottignies kereta pun
meluncur menuju Louvain la Neuve, sebuah kota kecil dengan sebuah perguruan
tinggi ngetop. Udara sekitar Louvain la Neuve terhitung sejuk dan bersama kami
ada banyak mahasiswa bersiap kuliah. Stasiun Louvain la Neuve terhitung besar
dan terbuka. Nyaris tidak ada ruang tertutup atau berteduh. Semuanya platform
dan terletak di bawah anak tangga. Ruang kantor dan loket tiket ada di bangunan
atas.
Kompleks sekeliling Universitas
Louvain la Neuve dan stasiun kereta adalah sebuah kompleks hang out berisi
aneka cafe, restoran, toko pakaian, swalayan mini, dan ..... toko komik
Slumberland! Di toko ini saya hanya melihat-lihat, namun pada akhirnya saya
membeli sebuah komik Milo Manara dan tas Tintin. Sisanya saya putuskan akan
beli di Musee Herge saja, meski koleksi komik di toko ini yahud total. Sudah
terlalu banyak komik yang dibeli saat di Erlangen, dan sisa uang mau saya
gunakan untuk urusan lain.
Mengikuti petunjuk jalan yang cukup
jelas, kami pun tiba di Musee Herge. Sayang lingkungan pintu depannya tertutup
karena sedang ada pembangunan kompleks hang out. Saya tidak bisa mengambil foto
yang bagus dari sudut ini. Kami pun masuk dari sisi samping gedung. Pepohonan
dan jalan setapak menuju museum terhitung teduh, meski jalannya sedikit
berbatu.
Sebelum menjelajah museum, kami
menghampiri toko merchandise Tintin yang sangat besar. Betapa banyak barang
menarik di sini, namun saya hanya beli beberapa buah untuk pribadi. Sisanya
adalah titipan kakak saya. Di sini saya sempat berfoto dengan patung Tintin
yang berdiri tegak di balik kaca. Mas-mas penjaga toko yang ramah tertawa
melihat kaos Tintin au Java yang saya kenakan. Gambar hasil Peter van Dongen
ini memang sengaja saya bawa, khusus untuk digunakan saat berkunjung ke Musee
Herge. Ia menyukainya dan menanyakan apakah itu fan art.
Musee Herge diresmikan tahun 2009
yang didedikasikan kepada seluruh karya Herge. Tidak hanya Tintin yang ada di
sini, melainkan seluruh karya yang pernah ia buat. Biografi Herge pun ada di
sini. Jika Anda sudah membaca berbagai buku biografinya, termasuk buku Tintin:
The Complete Companion (Michael Farr) maka Musee Herge ini adalah versi
fisiknya. Buku itu sudah diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, dengan penerjemah
Yoga Nandiwardana, serta editor Diniarty Pandia dan saya sendiri.
Setelah membayar tiket masuk, kami
diberikan ipod touch dan earphone yang berisi panduan audio untuk setiap
ruangan museum. Ada tiga pilihan bahasa: English, Dutch dan French. Panduan
audio ini benar-benar menakjubkan, karena narasinya disajikan dengan sungguh
serius. Tidak hanya narasi datar, namun sudah seperti sanggar cerita atau
sandiwara radio. Lengkap dengan efek-efek suara. Tas dilarang dibawa masuk, dan
dapat dititipkan di locker berbagai ukuran.
Perjalanan dimulai dari lantai 3
dengan menaiki elevator kaca dengan ilustrasi kedua Thompsons. Ruangan demi
ruangan kami lewati dan interior museum sungguh mengagumkan! Sayang pengunjung
dilarang memotret. Selain berbagai foto dan gambar asli tangan Herge, tersaji
pula memorabilia Herge semasa kecil dan foto-foto. Pada sektor Tintin
terpampang pula aneka referensi yang digunakan Herge untuk setiap komiknya.
Bahkan ada kapal selam Calculus berukuran skala asli!
Tak terasa sudah 2 jam kami
berkeliling museum. Sebelum pulang kami menyempatkan diri menikmati secangkir
cappucino panas di cafe Le Petit Vingtieme. Hujan turun deras di luar museum,
dan khusus pada cafe ini pengunjung boleh mengambil gambar dengan kamera.
Beruntung juga ada wi-fi gratis, sehingga saya bisa segera upload beberapa
foto.
Hujan tak lama mengguyur Louvan la Neuve,
dan matahari sudah kembali cerah saat kami tiba di stasiun kereta. Sambil duduk
kami menikmati roti isi yang sudah disiapkan di rumah Gerald. Lumayan menghemat
makan siang, karena saat itu sudah pukul 13:00. Petualangan kami masih
berlanjut di kota Brussels, yaitu mengunjungi Museum Bande Dessinee, atau juga
dikenal sebagai Museum Komik Strip Brussels.
Komentar
Posting Komentar