ERLANGEN COMIC SALON: PART 5
Jum’at 8 Juni 2012 adalah hari kedua
Erlangen Comic Salon (ECS). Cuaca sangat cerah, dan tidak ada tanda-tanda
gerimis seperti hari-hari sebelumnya. Temperatur juga bersahabat, sekitar 20C.
Kira-kira seperti sejuknya udara di Puncak Pass, Jawa Barat. Angin pun
tampaknya tidak kencang. Semoga tidak kencang, karena jika kencang dinginnya
bisa menusuk tulang menembus baju 2 lapis plus jaket ini. Setelah sehari
sebelumnya kami membukanya dengan diskusi panel di Rathaus, hari ini giliran
Siemens AG menjadi tuan rumah. Acaranya? Pembukaan pameran komik Indonesia!
Ngga sepenuhnya tepat sih komik
Indonesia. Ruang basement Siemens AG, yang sudah dirancang untuk aneka acara
resmi termasuk galeri seni, menjadi tuan rumah untuk pameran tiga Goethe
Institut: Jakarta, Moskow, dan Kairo. Ketiga Goethe Institut ini hadir dalam
naungan program Respekt, yang kira-kira maksudnya adalah apresiasi komik manca
negara. Manca negara? Bukannya memang ECS adalah festival komik internasional?
Selama ini khan umumnya ECS Cuma kenal komik Perancis, Belgia, Belanda, Italia,
Amrik, dan Jepang. Di luar itu mereka ngga ngerti. Pameran ini akan membuka
mata pengunjung akan komik dari belahan dunia lain.
Rombongan Indonesia sudah hadir di
lokasi sejak pk 11:00 meski acara akan dimulai pk 14:00. Kami hadir lebih awal
untuk menyambut pengunjung yang hadir. Ada banyak pengunjung pagi itu dan
beberapa di antaranya bercakap-cakap dengan Azisa, Is, atau Galang sambil
bertanya-tanya tentang komik Indonesia. Bahkan sebagian sudah membawa sebuah
buku gambar yang penuh dengan artwork banyak komikus. Rupanya mereka ini biasa
berburu dan mengkoleksi komikus manapun untuk nggambar di buku itu. Keren
banget!!!
Acara dibuka langsung oleh Bodo
Birk, ketua Program dan Festival di Biro Kebudayaan Kotamadya Erlangen. Pria
bertubuh besar (really, guys.... benar-benar gede) menyambut seluruh tamu yang
berjumlah sekitar 80 orang. Di antara para tamu adalah artis dan pengurus
masing-masing Goethe Institut, pengunjung umum, karyawan Siemens AG yang sedang
istirahat, dan beberapa orang Indonesia yang bekerja di Erlangen. Sungguh
menyenangkan bertemu sesama wongkito di negeri rantau. Awalnya saya kenal
beberapa orang melalui Twitter, dan berita kehadiran kami di Erlangen pun
menyebar. Umumnya mereka sudah bekerja dan tinggal di kota Erlangen sejak awal
1990. Umumnya mereka dulu pembaca komik-komik klasik, dan kagum dengan
perkembangan komik Indonesia hari ini. Sementara Bodo dan masing-masing
perwakilan Goethe Institut berpidato, saya sibuk mengambil rekaman video.
Ada banyak hal yang menarik dari
galeri komik Kairo. Jika diperhatikan keduanya menampilkan gaya komik yang
umumnya kita temukan pada komik indie asal Yogya. Rada sulit menjelaskannya,
namun mereka yang pernah kenal komik-komik Apotik Komik Jogja, Daging Tumbuh, atau
komunitas komik Yogya lainnya mungkin punya gambaran. Tema yang diusung umumnya seputar demokrasi,
kesamaan hak asasi, tekanan politik, kebebasan berpendapat, penindasan militer,
intimidasi, dan isyu-isyu kemanusiaan lainnya. Tema yang sangat menyentuh
perasaan bagi siapapun yang membacanya. Tampilan komiknya pun termasuk
bersahaja, cukup kertas putih dan tinta hitam.
Tim komik Moskow tampak lebih
kreatif dalam menyajikan materi karya dibanding kami. Jika Comiconnexions
menyajikan seluruhnya dalam lembaran panel berukuran A2, serta komik-komik
sampel, maka Kairo sudah menyiapkan sampel-sampel karya yang dicetak khusus dan
disajikan pada sebuah mimbar. Mereka juga menyiapkan puluhan sampul komik dan
menyusunnya bagaikan montage. Video dokumenter hasil berbagai kegiatan Respekt
di Moskow pun disajikan melalui layar televisi.
Galeri komik Moskow lain lagi
dibanding Kairo. Mirip dengan komik indie Indonesia, namun bervariasi dengan
warna, dengan tema reunifikasi, globalisasi, politik, kesulitan ekonomi, dan
lainnya. Secara visual dan
story-telling, komik Moskow sebagian sudah melangkah kepada penyempurnaan
teknik dan kemasan. Sebagian lagi lebih kepada eksplorasi cerita fiksi. Berbeda
dengan komik Kairo yang lebih menekankan pada pengungkapan ekspresi dan
pendapat.
Perbedaan dengan komik Kairo dan
Moskow inilah yang membuat banyak perhatian pengunjung pameran. Benang merah
seputar kebudayaan dan keragaman cerita yang tercermin pada karya ke-5 komikus
Indonesia terasa sangat kontras. Unity In Dibersity, tema yang diusung oleh
Comiconnexions. Ada alasan mengapa tema ini yang dipilih, yaitu persatuan dalam
keragaman. Terasa klise mungkin bagi kita, namun bagi masyarakat internasional
tema ini menarik. Tidak banyak yang tahu bahwa Indonesia adalah negara
kepulauan, dengan ribuan suku bangsa dan bahasa, ditambah pula dengan adat
istiadat dan agama. Tidak mudah menjadikan keragaman ini sebagai suatu aset.
Bagi bangsa Jerman tema ini menarik krn mereka umumnya hanya mengenal perbedaan
budaya dan ideologi Jerman Barat dan Jerman Timur, sosialisme dan kapitalisme,
serta asimilasi bangsa pendatang.
Karya ke-5 komikus Indonesia
mencerminkan Unity In Diversity. Vbi Djenggotten menampilkan bahwa sebuah karya
bisa menjadi lebih indah melalui ketidaksengajaan. Ditampilkannya dalam proses
pembuatan sehelai kain batik. Is Yuniarto menampilkannya dalam aneka tokoh
dengan berbagai asesoris dan ornamen kesukuan. Juga ada
komik Putri dan Barong Cilik. Azisa Noor
menampilkannya dalam lukisan lansekap alam. Ariela Kristantina menceritakan
petualangan beberapa sahabat dari budaya yang berbeda. Ariela bahkan
menyertakan karya tugas kuliahnya di Savannah dalam pameran ini, berupa
adaptasi kisah Timun Mas. Galang Tirtakusuma menyuguhkan keragaman dalam bentuk
kuliner. Perihal Galang ada yang menarik karena seorang pengunjung ternyata
adalah seorang kolektor komik khusus tentang kuliner, dari seluruh negara.
Tidak peduli dia memahami bahasanya atau tidak.
Pengunjung memerhatikan gaya manga
Is Yuniarto & Galang Tirtakusuma yang terbatas pada adopsi gaya, namun
mengabaikan pakem gaya bercerita dan penyusunan panel. Gaya kartun Vbi
Djenggotten dan tata letak panel-panel Ariela Kristantina yang menyerupai
teka-teki silang membuat pengunjung terpesona. Bahkan ada beberapa pengunjung
yang ingin bertemu dengan Azisa Noor. Mereka ini mencari Azisa hingga ruang
sekretariat dan ruang pers Erlangen Comic Salon di Rathaus AG. Saya mengetahuinya karena sekretariat ECS
menghubungi saya melalui twitter, menanyakan jadwal Azisa selama pameran.
Selama pembukaan itu acara
berlangsung lancar dan hangat. Kami semua berbaur dan saling berkenalan dengan
utusan negara lain. Saya bahkan sempat meminta tanda tangan Mawil pada buku
komiknya, serta berfoto dengan Ulf. Sehari sebelumnya saya sudah mendapatkan
tanda tangan Ulf, namun belum sempat berfoto bersama. Dalam kesempatan ini pula
Devi dan saya membuka pembicaraan dengan Bodo Birk, Sascha Hommer dan Mawil
tentang rencana pameran komik Goethe di Indonesia bulan September 2012.
Kami tidak lama berdiam di Siemens
AG. Devi, Iman dan saya harus segera ke Rathaus untuk mengikuti beberapa
seminar. Sementara itu Is, Azisa dan Galang tetap berada di Siemens AG hingga
sore hari. Selama 4 hari ECS ada banyak seminar dan diskusi panel menarik untuk
disimak seperti Perkembangan Komik Jerman, Prospek Komik Digital, Wajah Komik
Arab, 50 Tahun Spiderman, simposium karya Winsor McCay, Black.Light Project,
diskusi komik adaptasi Karl May, peranan jejaring sosial dalam komik, komik
dengan tema politik, dan masih banyak lagi. Kami berbagi tugas mengikuti
beberapa seminar yang kami pandang menarik. Sayangnya nyaris semua disajikan
dalam bahasa Jerman, meskipun kami dapat mengira-ngira isi pembahasannya.
Komentar
Posting Komentar