MENGEJAR THE ROLLING STONES
Dipublikasikan
di Koran Tempo, Minggu 30 Maret 2014.
“Perjalanan menuju konser The Rolling Stones di
Makau penuh kejutan. Keasyikan menonton konser ada juga dalam perjalanan ke
sana.”
Gerimis
turun saat pesawat yang kami tumpangi mendarat di Bandar Udara Internasional Makau,
China. Angin berembus 26 kilometer per jam, udara tercatat di angka 16 OC
pada termometer, jam sudah menunjukkan pukul 15:00 dan 8-3-2014 terpampang pada
tanggalan. Entah berapa detak per menit yang dicatat oleh jantung kami saat
itu. Ini adalah perjalanan mendebarkan, karena keesokan harinya kami akan
menonton The Rolling Stones, band legendaris asal Inggris.
Antusiasme
sudah terbangun sejak awal Desember lalu, saat teman saya, Nelwin Aldriansyah,
mengabarkan keberhasilannya mendapatkan empat lembar tiket. Tanpa ragu, saya menyatakan
minat. Kapan lagi bisa menyaksikan mereka itu di atas panggung? Usia mereka
sudah di atas 70 tahun! Para legenda rock ‘n roll itu akan tampil di Cotai
Arena, Venetian Macau. Selain kami berempat yang berencana menonton The Stones,
turut serta pula istri saya, Idah Maimun Hafidah, yang ingin ikut berwisata.
Karena
sudah sore dan dingin, kami segera mencari kendaraan menuju Best Western Hotel
Taipa, tempat kami berencana menginap. Letak hotel berbintang tiga ini
strategis untuk kepentingan kami saat ini. Berada di satu pulau, Taipa, dengan
bandar udara dan Venetian Macau tempat Stones manggung. Hanya perlu beberapa
menit untuk mencapai bandar udara dan Venetian Macau dari tempat kami menginap.
Sepanjang
jalan yang berkabut dan basah, tampak kota Makau dari balik jendela taksi.
Makau adalah daerah administratif khusus di Cina selain Hong Kong. Sejak abad ke-16
sampai 1999, Makau berada di bawah pengelolaan Portugal. Kawasan Makau secara
umum terbagi dua, satu di utara yang berbatasan ddarat dengan provinsi
Guangdong, satu lagi pulau Taipa tempat kami menginap.
Makau, baik
di wilayah Taipa maupun kota utama, tergolong bersih dan tertata rapi. Makau
adalah salah satu negara (atau kawasan) di Asia yang berada di peringkat atas
Hunian Development Index-bersama Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, Singapura,
dan Brunei. Ia merupakan kawasan paling sejahtera ke-23 di dunia. Meski milik
Cina kawasan ini memiliki hak untuk mengelola sendiri. Judi dan turisme adalah
sumber pendapatan utama mereka. Salah satu penarik minat wisatawan adalah
konser artis besar seperti The Stones, Rihanna, Alicia Keys, bahkan Girls
Generation (SNSD) dan Justin Bieber.
Meski mempromosikan
diri menjadi tujuan wisata internasional, kami kerap menjumpai kendala bahasa Dengan
penduduk lokal. Berbeda dengan Singapura, penduduk Makau tidak terlalu fasih
berbahasa Inggris. Petugas layanan umum juga kurang ramah. Untungnya kami
berlima cepat beradaptasi karena terbiasa traveling.
Karena
kendala ini, kami harus mempersiapkan program esok hari dengan rinci. Jika
tidak, kami mungkin akan tersesat hingga gagal atau terlambat menonton The
Rolling Stones. Tugas pada hari pertama adalah orientasi lingkungan, termasuk
mengetahui dengan pasti di mana dan bagaimana cara ke pelabuhan menuju Hong
Kong, dan gedung tempat konser.
Dalam
perjalanan ini kami mengandalkan kendaraan umum, bermodalkan petunjuk jalan,
selembar peta, dan teknologi GPS. Meski demikian, tetap saja ada kalanya kami
tersesat atau salah membaca jurusan bus.
Perjalanan
menyeberang ke Hong Kong harus kami lakukan begitu kelar konser, karena pesawat
pulang akan bertolak dari sana, bukan dari Makau. Kami harus mengetauhi dengan
pasti jadwal bus umum dan kapal feri.
Minggu
keesokan harinya adalah hari yang kami tunggu. Karena konser berlangsung malam
hari, kami punya waktu luang sepanjang hari. Segera setelah check-out dari hotel di pagi hari, kami
mengunjungi tempat-tempat wisata, meski suhu udara turun ke 13OC.
Semangat
menggebu kami tidak bisa menguak kabut tebal yang menggantung di langit Makau.
Saat menaiki Macau Tower setinggi 338 meter dan berdiri di observation deck, kami tak bisa melihat daratan di kejauhan.
Padahal pada hari cerah, orang yang berdiri di menara yang selesai dibangun
pada 2001 ini bisa melihat sebagian Hong Kong dan juga daratan Cina.
Selain dek
untuk melihat pemandangan, di menara ini ada sejumlah restoran, gedung teater,
dan mal. Kita juga bisa menikmati salah satu karya terbaik A.J. Hackett-salah
seorang yang mempopulerkan bungee jumping.
Pada ketinggian 233 meter kita bisa melakukan aktivitas esktrem tersebut, juga sky jump. Ada yang mengatakan ini adalah
sky jump tertinggi kedua di dunia setelah Las Vegas. Makau memang selalu ingin
meniru Vegas.
Destinasi
lain yang kami kunjungi adalah reruntuhan Katedral Sao Paolo (Ruinas de Sao
Paolo). Dalam bahasa Inggris, disebut Ruins of St. Paul. Disebut reruntuhan,
karena katedral yang dibangun pada abad ke-16 itu tinggal beberapa bagian saja
yang bertahan. Pemerintah Makau tidak berusaha membangun ulang, karena hal itu
akan merusaknya. Mereka hanya membuat sejumlah taman indah hingga puing-puing
yang tersisa tidak terlihat telantar. Badan kebudayaan dunia, UNESCO, telah menetapkannya
sebagai peninggalan sejarah dunia.
Katedral
ini dibangun oleh ordo Jesuit sejak 1582 hingga 1602. Dulu, ini merupakan
gereja Katolik terbesar di Asia. Tapi, itu tak lama, Begitu peran Makau dalam
perdagangan dunia menyusut, perhatian pada gereja itu juga berkurang. Orang
lebih banyak mengunjungi Hong Kong. Setelah sekian lama telantar, pada 1835
katedral ini terbakar.
Kami bisa
melihat lokasi pengambilan gambar drama seri Korea, Boys Before Flower, di
sekitar reruntuhan Katedral Sao Paolo, termasuk kedai kue eggtart, Tea Plus, yang ikut menjadi lokasi syuting. Kedai ini
bahkan sengaja mempertontonkan potongan film drama itu sebagai daya tarik
utama.
Egg tart-baik yang dijual di kedai itu maupun di mana
pun di Makau-adalah salah satu peninggalan Portugis yang menarik. Bagian
atasnya mirip crème brulee yang
sangat manis. CNN bahkan memasukkannya dalam salah satu makanan yang harus
dicicipi di Makau. Mereka merekomendasikan egg
tart dari Lord Stow.
Dalam perjalanan
ini kami banyak bertemu dengan sesama penggemar The Rolling Stones, termasuk mereka
yang berasal dari Indonesia. Wajah-wajah musikus terkenal Indonesia pun ditemui.
Menjelang malam, suasana gedung The Venetian Macau semakin ramai (termasuk
arena kasino).
The
Venetian memang dibangun untuk menjadi kasino dan hotel, meski tak semua
ruangannya adalah kasino dan tempat menginap. Ada juga ruang pertunjukan
seperti Cotai Arena atau tempat belanja. Pemiliknya adalah grup Las Vegas Sands
yang memiliki hotel dan kasino The Venetian Las Vegas. DI Makau, bangunan ini
memiliki 40 lantai, merupakan kasino terbesar di dunia.
Meski
terletak di hotel mewah, jangan kita di sini tak ada calo tiket. Untung kami
sudah memiliknya. Cotai Arena-dulu disebut venetian Arena-semakin ramai setelah
pertunjukan tertunda 40 menit. Meski berada di dalam hotel, Cotai Arena mampu
menampung 15 ribu penonton.Di luar ruangan, para istri bisa berbelanja atau
melakukan berbagai aktivitas di gedung yang begitu luas. Sedangkan di dalam,
para suami melonjak-lonjak saat The Rolling Stones membuka konser dengan
Jumpin’ Jack Flash dan You Got Me Rocking.
Stamina dan
kualitas Mick Jagger dan kawan-kawan luar biasa, mengingat usia yang sudah
menembus angka 70. Panggung melingkar sepanjang 50 meter lebih pun bukan
masalah. Total 19 lagu dibawakan dalam waktu dua jam. The Rolling Stones
membuktikan bahwa usia bukanlah halangan untuk tampil sempurna.
Segera
setelah konser usai pukul 23:00, kami berlima menuju halte bus menuju Outer Harbour Ferry Terminal, yang terletak di Makau
Peninsula. Rupanya, ribuan penonton memiliki rencana serupa dengan kami, akan menyeberang
ke Hong Kong dan tidak bermalam di Makau. Tumpukan penumpang membuat kami baru
mendapat tiket untuk keberangkatan pukul 02:30.
Terkantuk-kantuk
kami menunggu di ruang tunggu selama tiga jam, sambil menahan udara dingin yang
tak kunjung berhenti. Pukul setengah tigas, kapal kami berangkat menuju Hong
Kong. Satu jam perjalanan menyeberangi laut penuh ombak. Gelombang air pasang
sangat membuat perut mual. Syukurlah mabuk laut hanya terjadi dalam 20 menit
terakhir.
Udara
dingin menusuk masih menyambut kami setiba di Hong Kong-Macau Ferry Terminal.
Layanan kereta bawah tanah. Layanan kereta bawah tanah belum beroperasi ketika
kami tiba. Baru dua setengah jam lagi pintu stasiun metro dibuka. Sementara itu,
tak ada restoran 24 jam di sekitar terminal feri maupun stasiun metro Sheung
Wan. Tak ingin mati beku di luar, kami memutuskan untuk naik bus umum menuju
stasiun metro Wan Chai. Konon ada restoran siap saji 24 jam di sana. Dan benar.
Secangkir kopi hangat kami peroleh sembari menunggu layanan kereta metro
beroperasi pukul 06:00.
Senin pagi
itu, 10 Maret, saat matahari baru saja bersinar dan aktivitas pagi mulai
berdegup. Hong Kong, seperti juga Makau, adalah daerah khusus. Berbeda dengan
Makau yang bekas koloni Portugis, Hong Kong dulu dikuasai Inggris. Ada sekitar 7 juta orang
tinggal di sini. Berbeda engan Makau-tempat dihamburkannya uang tanpa sadar- di
Hong Kong uang dihitung dengan seksama, terutama di Hong Kong Stock Exchange,
yang merupakan pasar modal terbesar kedua di Asia.
Bersama
orang-orang yang terburu-buru menumpang kereta bawah tanah menuju kantor, kami
berlima menumpangi metro menuju stasiun Hong Kong Central. Di sanalah kereta
ekspres menuju Hong Kong International Airport. Meski tergolong mahal (HKD 100
per orang, hampir Rp 150 ribu), kereta ekspres ini sungguh nyaman, bersih, dan
canggih. Hanya sesaat kami telah tiba di bandara dan menumpang pesawat keluar
dari dua tempat paling kapitalistik di Cina itu.
Surjorimba
Suroto
Komentar
Posting Komentar