CATATAN MENUJU FRANKFURT BOOK FAIR 2015
CATATAN MENUJU FRANKFURT BOOK FAIR 2015 (BAGIAN 1)
Saat tulisan ini dibuat, perhelatan akbar dunia buku (literatur,
sastra, dan teman-temannya) sedang berlangsung di kota Frankfurt, Jerman,
tanggal 14-18 Oktober 2015. Frankfurt Book Fair (FBF), yang sudah berlangsung
selama 500 tahun dan terbesar di dunia, kali ini mengundang Indonesia sebagai
Guest of Honour. Setiap tahun FBF mengundang sebuah negara untuk menampilkan
kekayaan dan kemajuan literaturnya. Fokus FBF sendiri adalah tempat para
pemangku kepentingan bertemu, berinteraksi, dan menjajaki peluang bisnis. Salah
satu peluang bisnis yang dijajaki adalah jual-beli publishing rights berbagai
buku. Dengan demikian setiap tahun FBF memiliki setidaknya dua agenda besar:
ajang pertemuan dan peluang bisnis, serta ajang presentasi kekayaan literatur
sebuah negara tamu.
Dalam sebuah periode waktu, saya sempat berpartisipasi aktif
dalam persiapan FBF di Indonesia. Secara aktif saya terlibat dalam sektor
komik. Sebuah cabang dari literatur yang sering tidak diperhitungkan keberadaan
dan andilnya dalam khasanah literatur. Mungkin kondisi tsb dikarenakan komik
merupakan kombinasi teks dan visual. Suatu kombinasi yang tergolong baru,
meskipun lahirnya komik dari tangan putra bangsa dapat ditelusuri hingga tahun
1931. Jauh sebelum negara ini bahkan mendeklarasikan kemerdekaannya. Mungkin
juga karena selama bertahun-tahun komik dianggap sebagai bacaan tak bermutu dan
tidak mendidik. Mungkin juga komik dianggap sebagai bagian dari budaya pop.
Entahlah.
Di bulan Mei tahun 2011, saya bertugas memimpin
Comiconnexions. Sebuah pertukaran budaya antar Jerman dan Indonesia, dalam
bentuk komik, yang diprakarsai oleh Goethe-Institut Jakarta. Pusat kebudayaan
Jerman ini memiliki pandangan bahwa komik dapat menjadi jembatan komunikasi,
pertukaran budaya dan semangat persaudaraan antar kedua negara. Saya dipercaya
untuk memimpin tim kurator yang beranggotakan Imansyah Lubis, Henry Ismono,
serta saya sendiri. Kami memilih para duta komik dari kedua negara. Khusus dari
Indonesia terpilih Is Yuniarto, Ariela Kristantina, Veby Djenggotten, Galang
Tirtakusuma, dan Azisa Noor.
Di tengah-tengah pameran komik kami di Erlangen Comic Salon,
Jerman, Juni 2012, saya mendapat kabar bahwa Indonesia sedang diusulkan menjadi
negara Guest of Honour, FBF, untuk tahun 2015. Berita gembira tsb menimbulkan
harapan bahwa komik Indonesia dapat ikut tampil bersama ribuan karya literatur
lainnya. Saya sangat mendambakan komik Indonesia dapat tampil di panggung dunia
dan ikut diperhitungkan. Ambisi saya beralasan karena selama Erlangen Comic
Salon saya menyaksikan pameran komik dari Mesir, Rusia, dan negara-negara Timur
Tengah. Melihat presentasi mereka saya percaya akan kekayaan dan keragaman
komik Indonesia tidak kalah hebatnya. Kepada Iman saat kami berada di
tengah-tengah aula luas, saya berkata,”Komik Indonesia harus tampil lebih keren
dari ini, Iman.”
Meskipun berita mulai tersebar, namun konfirmasi Indonesia sebagai
Guest of Honour baru diterima sekitar pertengahan tahun 2013. Kala itu Brasil
menjadi negara Guest of Honour. Tak lama kemudian saya mulai ‘kasak-kusuk’ mencari
kebenaran beritanya. Tentu saja dengan harapan komik termasuk rombongan yang
akan ikut dibawa. Saya mengetahui telah terbentuk sebuah Komite Nasional FBF di
bawah arahan Wakil Presiden (ketika itu) Boediono.
Beberapa pertemuan saya hadiri, termasuk presentasi dari
pihak FBF yang secara khusus datang ke Jakarta (dan tidak hanya sekali itu
mereka datang). Dalam acara Sharing Session Indonesia Goes to FBF tanggal 3 Feb
2014 secara khusus saya menanyakan kepada Claudia Kaiser (representatif FBF)
dan Windu Nuryanti (Wakil Menteri Pendidikan Nasional), perihal kemungkinan
komik hadir. Keduanya menjawab secara bulat, bahwa ya, komik akan hadir.
Betapa gembiranya hati ini!
….bersambung ke bagian 2.
CATATAN MENUJU FRANKFURT BOOK FAIR 2015 (BAGIAN 2)
Secara khusus saya berembuk dengan pihak Goethe-Institut
Jakarta, terutama Ibu Christel Mahnke, karena beliau pendukung utama komik
Indonesia, termasuk Comiconnexions. Saat itu Ibu Mahnke meminta saya, Imansyah
Lubis dan Beng Rahadian untuk mengawal keikutsertaan komik menuju FBF 2015. Secara
terpisah Siti Gretiani, pimpinan Gramedia Pustaka Utama dan juga aktif di
IKAPI, memberi dukungan moral. Dalam pertemuan yang sama pula saya mulai
menjalin kontak dengan tim kerja Departemen Pendidikan Nasional, Kestity
Pringgoharjono (Lontar), Nova Rasdiana (IKAPI), dan banyak lagi.
Tidak lama setelah itu, sekitar akhir Januari 2014, Komite
Penerjemahan dan Publikasi menyampaikan bahwa tahap pertama adalah
menerjemahkan buku-buku. Untuk itu Komite membutuhkan daftar komik yang bisa
direkomendasikan menerima dana penerjemahan (anggarannya tergolong fantastis).
Mengingat deadline segera, kami bertiga menyusunnya. Sebenarnya lebih banyak
hasil kerja Imansyah Lubis, karena dia yang paling update dengan komik. Ketika
itu dalam kepala kami yang ada adalah mengemban amanah, dan hasrat agar komik
bisa tampil di panggung dunia.
Tersusunlah 25 judul komik (lalu tumbuh menjadi 50 judul
sesuai permintaan Komite) dengan kriteria:
1.
Enak dibaca dan menarik (tentu saja ini
relative).2. Buku masih beredar di pasaran.
3. Hak cipta dapat ditelusuri.
Kenapa kriteria nomor 2 dan 3 penting? Karena FBF adalah
ajang bisnis publishing rights, dan dana bantuan Pemerintah untuk penerjemahan
ditujukan kepada buku-buku yang memiliki prospek. Tidak ada gunanya
merekomendasikan komik maha keren jika hari ini status HAKI-nya kabur. Karena
itulah ke-50 judul komik tsb dilengkapi dengan nama dan alamat kontak penerbit
atau pemegang HAKI-nya 5 Februari 2014 adalah tanggal pengiriman daftar.
Setelah itu beberapa kali revisi dan tambah ini-itu sesuai permintaan Komite.
Lalu kenapa kami berdua memberanikan diri untuk berinisiatif
mengurus komik? Jawabannya sederhana: karena saat itu banyak pihak saling
tunggu dan kini perkaranya adalah siapa yang mau maju mengurusinya. Namun salah
satu syarat yang membuat kami pusing: Komite akan meminta para penerbit anggota
IKAPI untuk mengirimkan buku-buku yang diusulkan untuk menerima dana bantuan
penerjemahan. Ada banyak penerbit komik yang tidak tergabung dalam IKAPI. Lalu
bagaimana nasib mereka? Apakah kelak mereka akan terabaikan?
Faktor inilah yang membuat Iman dan saya memberanikan diri,
volunteer, membuatkan daftar rekomendasi komik. Lengkap dengan informasi nama
penerbit, alamat kontaknya, nomor ISBN, bahkan hingga nama dan alamat kontak
komikusnya. Semua demi mempermudah proses seleksi Komite. Berita yang kami
dengar FBF mensyaratkan 200 judul buku diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan
Inggris.
Pada titik inilah mulai terjadi beberapa kondisi non teknis
dan teknis. Entah apa yang terjadi, daftar ke-50 judul tsb terkatung-katung
tidak ada kejelasan status. Salah satu penyebab utama adalah pihak Komite hanya
akan memproses bila penerbit atau pemegang HAKI-nya mengurus aplikasi
permohonan dana penerjemahan. Kebingungan juga ada pada diri kami karena posisi
kami saat itu sebatas sukarelawan. Tidak ada ikatan resmi apapun dengan Komite.
Apalagi menjadi liaison atau representatif para penerbit atau pemegang HAKI.
Menjadi tanggung jawab siapa untuk menghubungi para penerbit
atau pemegang HAKI komik? Jika tidak ada yang menghubungi atau mengurusi, ada
kemungkinan komik tidak terwakilkan dalam FBF 2015. Lalu apa yang akan terjadi
jika status HAKI belum ‘clear’? Bila HAKI ada di tangan penerbit atau komikus,
tentunya tidak sulit. Namun apa yang akan dilakukan bila HAKI dimiliki komikus
yang sudah meninggal dunia? Logikanya, sang ahli waris yang akan mengurus
pendaftaran dan permohonan dana bantuan penerjemahan. Kelak kami mendapati
adanya dispute di antara para pemegang ahli waris, dan membuat status komiknya
menggantung.
Di tengah-tengah kebingungan, kami bertemu dengan Goenawan
Moehammad. Ketika itu beliau Ketua Komite Art Performance FBF 2015. Kami
sepanggung dalam forum dialog dan sosialisasi FBF 2015 di Teater Kecil, TIM,
Jakarta, tgl 23 Maret 2014. Setelah mendengarkan kisah kami, beliau menyarankan
agar komunitas komik membentuk tim kurator dan beliau mengusulkan Seno Gumira
Ajidarma sebagai pemimpinnya. Ada kemungkinan proses bisa menjadi lebih lancar,
karena tim komik akan dipimpin oleh seorang tokoh budaya. Jika tidak, sangat
mungkin sektor komik akan terlantar.
Seperti itulah kondisi persiapan komik menuju FBF 2015 di awal
2014.
….bersambung ke bagian 3.
CATATAN MENUJU FRANKFURT BOOK FAIR 2015 (BAGIAN 3)
Tak lama setelah forum dialog dan sosialisasi 23 Maret 2014
terbentuklah tim kurator komik beranggotakan Seno Gumira Ajidarma, Iwan
Gunawan, Imansyah Lubis, Beng Rahadian, Arswendo Atmowiloto, Tita Larasati,
Hikmat Darmawan, Andy Wijaya, dan saya sendiri. Secara intensif setiap hari
Rabu bertemu di kantor Goethe-Institut Jakarta untuk memilih komik-komik yang
akan diusulkan untuk menerima dana penerjemahan bantuan Pemerintah dan
komik-komik yang akan ditampilkan pada eksiibisi FBF 2015. Christel Mahnke, Dewi
Noviami, Devi Veriana, dan teman-teman Goethe-Institut Jakarta menjadi
fasilitator dan menyediakan berbagai kebutuhan, termasuk konsumsi. Rapat
pertama adalah 2 April 2014 dan berlangsung setiap Rabu malam selama beberapa
bulan.
Proses yang melelahkan ini melahirkan sejumlah daftar komik,
yang terbagi dalam dua. Kategori penerjemahan, dan kategori pameran. Termasuk
dalam seleksi adalah judul-judul komik yang diusulkan oleh masing-masing
penerbit kepada Komite Penerjemahan dan Penerbitan. Judul komik untuk pameran
direkomendasikan sebanyak 130 judul. Berhubung saya anggota yang paling
familiar dengan urusan administrasi, maka saya berinisiatif menjadi
administrator tim kurator. Agenda rapat, tempat rapat, notulensi rapat dan
pendistribusiannya, dan semua komunikasi dengan pihak eksternal melalui meja
saya. Melelahkan, namun saya gembira.
Selain rapat rutin mingguan tim kurator, juga masih ada
komunikasi rutin dengan pihak Komite. Dengan keterbatasan anggaran Komite,
mereka menetapkan bahwa Seno dan saya yang didaftarkan sebagai perwakilan
komik. Untuk itu kami mendapatkan honor rapat. Ketika itu rapat seluruh anggota
tim penilai Komite berkumpul di sebuah aula hotel di tengah-tengah pertokoan
Blok M. Honor yang Seno dan saya terima belakangan disepakati untuk diberikan
kepada tim kurator. Kelak dana ini dibutuhkan untuk penyusunan buku besar Komik
Indonesia (hingga hari ini buku belum tersusun), yang berisi 130 judul komik di
atas.
Dalam periode ini proses tidaklah sepenuhnya lancar.
Sebagian karena pola kerja dan birokrasi Komite yang, setidaknya bagi saya,
membingungkan. Ada banyak hal yang perlu diperjelas atau diperbaiki demi
kelancaran FBF 2015. Namun kami tidak bisa berbuat banyak, dan hanya bisa
mengikuti peraturan. Satu hal yang sukses kami lakukan adalah memisahkan komik
dari buku anak-anak (children’s book). Sebelumnya dijadikan satu oleh Komite.
Dengan demikian komik lebih punya peluang untuk mengeksplorasi khasanah komik
yang ada.
Sebuah isyu lain ketika itu adalah honor penerjemah. Honor
sesuai ketentuan Pemerintah berbeda jauh dengan honor sesuai pasar, dalam hal
ini pasar Eropa. Dana sebesar USD 1 juta yang sebelumnya terdengar besar
mendadak terasa kecil ketika disesuaikan dengan honor tarif internasional.
Belum lagi ditambah dengan belum diputuskannya besarnya honor penerjemahan
komik, karena tidak ada klasifikasi komik dalam daftar honor sesuai ketentuan
Pemerintah.
Berbagai kebingungan itu mulai pudar seiring pergantian
Presiden dan jajaran pemerintahan. Susunan kepanitiaan dan komite FBF pun
berubah. Goenawan Moehammad didaulat menjadi Ketua Komite FBF dan membawahi
seluruh komite. Di tangan beliau persiapan maju signifikan dan komunikasi mulai
lancar. Masih ada kekhawatiran, setidaknya dalam benak saya: Apakah FBF 2015
akan tetap ingat dengan khittahnya sebagai ajang perdagangan publishing rights,
atau menomorduakannya dan menjadikannya sebagai ajang apresiasi kebudayaan
secara umum?
Pada periode ini saya mendapatkan kepastian bahwa putri saya
akan melanjutkan kuliah ke kota Busan, Korea Selatan. Dijadwalkan berangkat
bulan Agustus-September 2015. Hanya dua bulan sebelum FBF 2015. Mengingat beban
pekerjaan di kantor dan lamanya saya akan pergi ke Busan, sangat kecil
kemungkinan saya bisa memimpin tim komik di FBF 2015. Menyadari keterbatasan
itu maka saya mengundurkan diri, dan menyerahkan kepemimpinan kepada Iwan
Gunawan. Kepemimpinan ini memasuki tahap kedua, yaitu persiapan Guest of Honour
dan eksibisi komik Indonesia.
Hari-hari ini saya hanya memantau liputan FBF 2015 dari
berbagai media dan media sosial. Senang rasanya FBF 2015 berjalan lancar, dan
komik mendapatkan tempat yang layak di sana. Semoga FBF 2015 membuka jalan
lebih luas bagi khasanah literatur Indonesia. Terutama komik Indonesia. Insya
Allah.
Jakarta, 15 Oktober 2015
Surjorimba Suroto
Komentar
Posting Komentar