BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

Dipublikasikan di harian Koran Tempo, suplemen Ruang Baca, Juni 2008

Bagi mereka yang tak pernah lepas dari komik, baik komik Indonesia maupun mancanegara, tentunya tidak asing dengan tema peperangan. Mulai dari biografi para pejuang dan pahlawan, serta roman fiksi dengan setting suasana perang. Namun diantara itu semua tidak banyak yang berfokus pada kronologis peristiwa perang, terutama Perang Dunia II (PD II). Baru-baru ini penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) menerjemahkan dan menerbitkan rangkaian komik sejarah PD II sebanyak enam buku, berfokus pada keterlibatan Amerika Serikat dalam pertempuran melawan Jepang dan Nazi Jerman.

Serial komik sejarah perang yang sebelumnya diterbitkan oleh Osprey Publishing, Inggris, 2007, untuk pasar usia pembaca 9 hingga 12 tahun ini terbilang menarik bagi siapa saja yang ingin mengenal PD II. Dikemas dalam ukuran standar komik Amerika, dengan ilustrasi dan variasi susunan serta bentuk panel yang juga khas komik Amerika, serial komik sejarah perang ini menjadi pintu gerbang perkenalan yang menyenangkan. Secara runut pembaca diajak untuk mengikuti awal mula penyerbuan Kekaisaran Jepang ke pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, kepulauan Hawaii, Samudra Pasifik, tanggal 7 Desember 1941, hingga awal kekalahan pasukan Jepang pada pertempuran pulau Midway, Juni 1942.

Pembekalan pengetahuan dimulai dengan narasi dan foto-foto dokumentasi seputar awal serangan. Catatan sejarah secara ringkas diungkapkan, beserta foto para tokoh penting dari kedua pihak yang berperang. Tidak hanya itu, peta posisi penyerangan kapal induk, kapal perang, dan serangan pesawat tempur juga disajikan disini. Semuanya demi keseragaman pehamanan yang akan menjadi titik berangkat persepsi kejadian bersejarah itu sendiri.

Usai bagian pengantar, pembaca diajak untuk mengikuti panel demi panel berisi visualisasi peperangan. Tim kreatif berusaha sebisa mungkin memvisualisasikan kondisi perang secara akurat. Tidak hanya profil para tokoh kunci, namun juga seragam tentara, model pesawat tempur, model kapal perang, model senjata tangan, dan lainnya. Beberapa panel pun tampak menggunakan referensi berupa foto dan rekaman video penyerbuan Pearl Harbour. Singkatnya, semua gambar diusahakan seakurat mungkin dengan data sejarah. Buku-buku selanjutnya menampilkan peristiwa-peristiwa monumental lainnya seperti Perang Midway (tanggal 3 Juni 1942), hingga kekalahan Jepang di Pulau Guadalcanal (Agustus 1942-Februari 1943). Serial ini masih menambahkan dua episode peperangan Amerika Serikat (dan sekutu) melawan sisa-sisa perlawanan Nazi Jerman.

Selain uraian pengantar dan ilustrasi rinci peristiwa demi peristiwa, rangkaian komik ini juga menyertakan kisah-kisah pasca perang, termasuk nasib kehidupan para tokoh pentingnya. Anda tentunya ingat dengan foto legendaris karya Joe Rosenthal yang memotret enam tentara Marinir yang mengibarkan bendera Amerika Serikat di Gunung Surabachi, Iwo Jiwa, 23 Februari 1945? Karya tersebut mampu menangkap emosi dan patriotisme sebuah bangsa. Island of Terror: Battle of Iwo Jima (buku ketiga serial ini) menginformasikan kepada pembaca, akan nasib ke-enam tentara Marinir tersebut. Bahkan hingga akhir yang mengenaskan, dimana seorang diantaranya, Ira Hayes, frustasi dan mabuk-mabukan hingga wafat akibat perilakunya yang jauh dari sosok pahlawan.

Bagi mereka yang terlanjur akrab dengan gaya komik khas Amerika, terutama dekade 80-an, akan mudah mencintai serial komik perang ini. Beberapa seniman komik ternama ikut partisipasi disini seperti Larry Hama (GI Joe, Elektra dan Wolverine), Anthony Williams (Judge Dredd), Steve White (Transformers), dan masih banyak lagi. Namun demikian, bagi mereka yang terbiasa membaca komik khas Amerika abad 21, mungkin akan sulit beradaptasi karena banyak teknik ilustrasi terlihat ’kuno’, meskipun tampil penuh warna. Khusus untuk aspek ini nampaknya tim kreatif salah strategi dengan menyodorkan produk berwajah ’tua’ kepada pasar generasi muda, dimana para pembaca muda umumnya kadung akrab dengan berbagai kemajuan seni grafis pada komik belakangan ini. Tentunya ini belum termasuk dengan keakraban dengan komik bergaya manga Jepang, termasuk di Indonesia.

Kritik lain yang kerap digunjingkan, dan ini sebenarnya sudah sering ditemui, adalah peristiwa sejarah dari satu sudut pandang. Dalam hal ini tentu saja sudut pandang pihak Amerika Serikat (dan sekutunya) yang memenangkan PD II. Walau tim kreatif berusaha menyajikan data sejarah berimbang, tak banyak catatan diungkapkan alasan sesungguhnya keterlibatan Jepang dalam PD II. Para tokoh utama dan kronologis perang secara rinci lebih dilihat dari catatan pihak Amerika Serikat. Pengungkapan data historis pihak Jepang dan Nazi Jerman tampil sebagai informasi secukupnya. Tentunya ini akan berbeda jika karya ini disusun oleh tim kreatif non-Sekutu.

Sebagian pembaca di negeri asalnya menyebutkan beberapa kekeliruan dalam visualisasi senjata, kapal perang, dan pesawat tempur, meskipun kekeliruannya immaterial. Mungkin bagi pembaca awam, kekeliruan ini tak jadi soal. Namun bagi mereka penggila sejarah, kesalahan ini dianggap fatal dan sebagai aib. Pembaca di kelompok usia sasaran tak perlu mempersoalkannya, dan dapat asyik terus membacanya. Kualitas terjemahan pun tergolong baik dan mudah diikuti, bahkan bagi konsumsi pembaca kelompok remaja.

Pecinta komik Indonesia dapat membandingkan serial komik ini dengan beberapa komik di genre sama, untuk kelompok pembaca usia 9 hingga 12 tahun juga, dengan fokus pada perang kemerdekaan Indonesia. Mungkin Anda masih ingat pada komik Merebut Kota Perjuangan (Wid NS, Hasmi, Hasyim Katamsi, dan Djoni Andrean, 1983), Seri Sejarah Nasional (terbit berkala di album Ganesha-Bobo, 1997), atau Kemelut Makassar 1950 (Wid NS, 1993)? Beberapa judul komik tersebut bisa menjadi pembanding ideal dengan rangkaian serial sejarah komik PD II ini. Sama-sama berusaha memvisualisasikan kronologis peristiwa sejarah dalam bentuk komik, dengan metodologi pendekatan yang sama. Merujuk pada judul-judul komik yang disponsori Pemerintah Indonesia, rasanya kita tidak perlu berkecil hati. Para komikus Indonesia juga mampu membuat karya setanding.

Mungkin sudah waktunya komik dokumentasi berbagai peristiwa penting lainnya dibuat, seperti novel grafis 9/11: Kegagalan Amerika Melindungi Warganya (Sid Jacobson & Ernie Colon, Pustaka Primatama, 2007). Serial komik sejarah perang ini merupakan media bacaan alternatif bagi para orang tua yang ingin memperkenalkan anak-anaknya sedikit tentang PD II. Untuk mengenal lebih banyak tentu saja direkomendasikan untuk mencari referensi yang lebih komprehensif, dan dari sumber data yang valid dan berimbang, tentu saja untuk keperluan di masa mendatang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA