THE 99: KOMIK DENGAN NILAI UNIVERSAL

dipublikasikan di Koran Tempo Minggu, suplemen Ruang Baca, 28 Oktober 2007

Pernahkah terpikir oleh anda, ke-99 sifat-sifat Allah ‘mendarat’ dalam diri manusia? Mampukah manusia menerima berkah (atau cobaan?) yang sungguh amat mulia ini? Mungkinkah manusia menyalahgunakannya demi kepentingan duniawi?

Naif Al-Mutawa, seorang penggemar berat komik asal Kuwait, mendambakan kisah petualangan manusia berkekuatan super yang membawa nilai-nilai ajaran Islam. Tidak tanggung-tanggung ia mengkhayalkan sekelompok anak muda menerima anugerah tak terbayangkan ini. Mereka terpanggil untuk menggunakan anugerah itu untuk kebaikan umat manusia.

Serial The 99 ketika pertama kali diterbitkan penerbit Teshkeel Kuwait, langsung mendapat sambutan meriah di Timur Tengah. Para penggila komik, yang sebelumnya hanya mengkonsumsi produk Amerika seperti DC Comics dan Marvel Comics, mendapatkan ‘teman baru’ yang kebudayaannya lebih dekat dengan mereka. Tidak hanya itu, nilai-nilai yang dihembuskan pun lebih dekat dengan mereka dibanding apa yang didapat dari tokoh-tokoh Superman, X-Men, Batman, ataupun Spiderman.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, menjadi salah satu pasar utama The 99. Beberapa waktu lalu penerbit Imaji Comics, menerbitkan edisi pendahuluan The 99 serta menghadirkan Naif Al-Mutawa dalam rangkaian promosinya di Indonesia. Dalam beberapa kesempatan itulah Al-Mutawa dapat menyampaikan visi dan cita-citanya kepada pembaca Indonesia yang menyambut hadirnya The 99 dengan suka cita.

Menyadari kekurangannya, Al-Mutawa mengajak komikus legendaris Fabian Nicieza bergabung dan memperkaya The 99. Awal dekade 90an, Nicieza menjadi ikon penting dalam wabah serial X-Men bersama Jim Lee, Whilce Portacio, Scott Williams, Marc Silvestri, Adam Kubert, dll. “Saya terkesima tidak hanya kepada konsep dasarnya, namun terlebih pada hasrat Naif dan latar belakang pemikirannya untuk meraih pembaca yang benar-benar baru,” ucap Nicieza pada suatu wawancara, “Buku ini bukanlah komik Islami. The 99 menyuarakan nilai-nilai universal, walaupun para tokohnya pemeluk agama Islam. Komik ini tidak ada bedanya dengan X-Men dari Marvel Comics.” Namun the 99 tak urung mendapatkan kritik, selain pujian. Sebuah lembaga di Saudi Arabia mengkritiknya karena berusaha mempersonifikasi sifat-sifat Tuhan, serta membangun sebuah mitos dengan pendekatan budaya Barat. Sebaliknya beberapa institusi Islam lain seperti di Bahrain menyatakan dukungannya.

Al-Mutawa menambahkan,“Buku ini pun menarik, karena seperti halnya Batman dan Superman, para tokoh The 99 tidak ada yang terlihat sholat atau membaca kitab Al-Qur’an. Namun mereka semua menyuarakan kedamaian dan cinta yang universal. Ke-99 atribut Allah disini adalah yang melekat secara global kepada umat manusia”. Ide melahirkan komik The 99 datang dari adik perempuan Al-Mutawa. Ketika itu Al-Mutawa telah dianugerahi penghargaan penulis cerita anak-anak oleh UNESCO. Ia pun berkonsultasi dengan beberapa tokoh industri komik, sampai akhirnya berkenalan dengan Nicieza. “Beberapa tokoh sudah tercipta ketika dia hadir. Namun pengalamannya-lah yang mampu menjadikan The 99 selaras dengan pakem dunia komik internasional. Ia memperlakukannya selayaknya komik pada umumnya. Kemudian menambahkan unsur-unsur budaya yang tepat untuk memperkayanya”.

Terlepas dari perbedaan budaya, The 99 menawarkan suatu konsep yang universal sebagaimana karya komik lainnya. Nicieza mendeskripsikannya sebagai,”.....seorang manusia yang percaya ia dapat berbuat kebaikan, serta mengajak orang lain yang memiliki keyakinan yang sama untuk bergabung, tak peduli dengan beratnya tantangan yang dihadapi,” urai Nicieza. Dan memang kesan inilah yang didapat ketika kita membolak-balik halamannya. Pendekatan The 99 tak beda dengan X-Men, dimana seorang mentor memiliki keyakinan untuk merubah dunia menjadi lebih baik. Ia pun berkeliling dunia mencari orang-orang yang memiliki cita-cita serupa. Dilain pihak ada pula tokoh yang menginginkan ke-99 kekuatan tsb menjadi miliknya, karena ia yakin dapat menggunakannya lebih baik.

Dari edisi pendahuluan, yang telah diterbitkan Imaji Comics, belum tampak pembuktian ambisi dari usaha Al-Mutawa. Edisi pendahuluan ini baru sebatas membuka pintu perkenalan dengan para tokoh dan latar belakangnya. Sepintas pula, The 99 tidaklah lebih dari sebuah komik genre superhero, dan inipun memang menjadi salah satu tujuan Al-Mutawa. The 99 bukanlah sebuah komik agama. Bagi sebagian pembaca, pesan yang disampaikan Al-Mutawa terasa datar. Mungkin ini sebagai implikasi dari naskah komik yang tidak ‘eksplisit Islam’.

Sepintas pula nampak The 99 adalah komik superhero dengan pendekatan dekade 90an. Jika kini anda membaca komik-komik yang terbit pasca 2000, anda akan menyadari bahwa komik telah berubah. Tema yang diusung kini semakin kompleks dan rumit. Bahasa grafis nya pun tidak lagi sesederhana satu dekade sebelumnya. Singkat kata komik superhero, yang tadinya biasa dinikmati pembaca usia 8 tahun, kini melompat jauh. Komik hari ini pada umumnya baru dapat dipahami oleh pembaca minimal usia 16 tahun. The 99 berusaha mengembalikan komik superhero ke pembaca yang lebih belia, dengan tema-tema yang lebih dapat dipahami.

Bagi mereka yang terbiasa menikmati novel grafis, tentunya sudah bisa membayangkan pengembangan The 99 seandainya ditangani kampiun komik semacam Neil Gaiman, Mark Waid ataupun Bill Willingham. Bahasa grafis nya pun dapat lebih kompleks, seiring dengan latar belakang ‘mengemban ke-99 kekuatan Allah’. Semoga saja dalam episode-episode berikutnya, penulisan naskah dapat lebih ‘dalam’ agar nilai-nilai universal tsb dapat lebih mewabah. Tentu saja masih dalam koridor yang dapat dipahami pada segmen usia pembacanya. Niscaya dunia menjadi lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA