EKSPEDISI KAPAL BOROBUDUR: JALUR KAYU MANIS

Dipublikasikan di Koran Tempo Minggu, suplemen Ruang Baca, 26 Agustus 2007

Pentas komik nasional diramaikan oleh sebuah komik dokumenter tentang ekspedisi kapal Borobudur yang menapak tilas jalur pelayaran perdagangan kayu manis berabad silam. Kita masih ingat di tahun 2002-2003 sebuah tim ekspedisi berusaha mereka-ulang kapal layar dengan referensi utamanya murni berdasarkan relief kapal yang terpahat di dinding candi Borobudur. Tidak banyak referensi lain yang ditemukan, dan tim arkeolog dan arsitek berusaha sebisa mungkin membangun kapal yang dimaksud. Tentu saja ini ambisi yang nyaris mustahil. Namun semangat membara membuat semua pihak, termasuk Pemerintah R.I, mengerahkan seluruh sumber daya yang ada untuk mewujudkan mimpi ini.

Komik dokumentasi ini mengingatkan pada Fax From Sarajevo, karya Joe Kubert, yang berkisah tentang kondisi perang Bosnia. Kubert tidaklah berada ditengah dentuman granat dan desingan peluru. Ia tinggal di Amerika, namun kerap berkomunikasi dengan sahabatnya dibelahan bumi sana melalui telepon dan fax. Ratusan lembar fax inilah yang digunakan sebagai bahan dasar penulisan cerita. Pendekatan serupa juga digunakan penulis cerita Ekspedisi Kapal Borobudur.

Penulis Yusi A. Pareanom mewawancarai berbagai pihak, serta membaca berbagai bahan (termasuk artikel koran dan buku log kapal) agar mendapatkan gambaran utuh perihal semangat dibalik misi ambisius ini. Secara runut narasi bertutur langkah demi langkah realisasi impian, termasuk kisah-kisah yang tidak terpublikasi dalam berbagai berita resmi ketika ekspedisi berlangsung. Ilustrator Bondan Winarno dan Dhian Prasetya secara apik dan indah mampu memvisualisasi perjalanan ini. Tak lupa visualisasi yang paling penting adalah keindahan kapal Borobudur-nya sendiri.

“Komik ini ingin menunjukan bahwa sejarah tidaklah selalu milik mereka para tokoh besar, maupun yang gugur di medan pertempuran. Tapi dapat pula dilakukan oleh sekelompok orang yang berjiwa besar. Ekspedisi ini menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Salah satu fokus utama cerita komik adalah pada semangat persahabatan dan persaudaraan antar bangsa, mereka yang terlibat dalam ekspedisi kapal Borobudur,” ungkap Yusi dalam suatu wawancara. Naskah yang disusun pun merefleksikan semangat persahabatan dan persaudaraan yang dimaksud. Kita dapat membaca berbagai peristiwa unik, mengharukan dan mendebarkan yang dialami seluruh awak dan penumpang kapal. Pembaca secara emosional ikut larut dalam petualangan mendebarkan. Bagaimana tidak? Mereka semua mengarungi samudera, menelusuri jejak nenek moyang bangsa Indonesia hingga ke ujung dunia sana.

Ilustrasi yang kaya warna dan sepintas terlihat pengaruh komikus asal Belgia, Herge, merupakan kekuatan tersendiri. Indah tiada tara, terutama ketika melukiskan panorama lautan ketika kapal Borobudur menggapai impian. Ukuran panel yang besar memudahkan pembaca memanjakan mata. Pembanding terdekat mungkin komik-komik Eropa, termasuk Rampokan Jawa (Peter van Dongen) yang beberapa waktu silam membuat heboh dunia dengan reka wajah Indonesia zaman kemerdekaan. Kecermatan dan keindahan yang ditawarkan ini sangat tepat bagi sasaran pembaca yang kebetulan semua umur.

Diakui oleh Yusi kesulitan terbesar adalah saat menggambar fisik kapal secara akurat, walaupun berbagai dokumentasi tersedia. Kesulitan lain adalah merangkum seluruh perjalanan ke dalam jumlah halaman yang terbatas. Sudah barang tentu proses penyuntingan menjadi sangat penting untuk membuat karya ini singkat dan padat.

Ekspedisi Kapal Borobudur tidaklah luput dari kekurangan. Kesalahan teks dibeberapa tempat sangat mengganggu bacaan. Terkadang ada celetukan beberapa karakternya yang tidak relevan dengan isi cerita. ”Namun banyak pembaca muda yang menyukainya saat prototipe komik disampaikan,” jelas Yusi. Seandainya saja diselipkan pula beberapa lembar potongan berita atau catatan harian, foto dokumentasi, atau bahkan denah kapal, isi komik ini bisa semakin kaya dan menarik.

Dicetak sebanyak 3.000 eksemplar oleh Banana Publishing, diharapkan masyarakat menyadari bahwa komikus Indonesia mampu menciptakan karya yang tak kalah dibandingkan karya luar. Selain itu juga membuka wawasan bahwa komik hanyalah sebuah media dan tidak identik dengan bacaan jenaka. Sebuah komik dapat berisi cerita berbobot, sebagaimana Ekspedisi Kapal Borobudur: Jalur Kayu Manis.

Saat ini sudah ada beberapa komik lainnya yang sedang dalam proses. Pencurian Permata di Dag Express (seting perjalanan kereta api Jakarta-Surabaya tahun 1930-an), Asmara dan Darah di Batavia (setting pembantaian etnis Tionghoa abad ke-18), dan Utusan Sang Adipati (seting jalan raya pos Anyer-Panarukan). Dua yang pertama sudah mulai pada proses ilustrasi, sementara yang terakhir masih pada tahap cerita. Sudah barang tentu judul-judul ini sangat dinantikan dan sudah pasti akan ikut meramaikan pentas panggung komik nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA