MAT JAGUNG: KOMIK MELAWAN KORUPSI


Dipublikasikan pertama kali di harian Koran Tempo Minggu: Ruang Baca edisi Januari 2007

“Komik tidaklah efektif memberantas korupsi. Namun komik dapat me-rekonstruksi paradigma pembaca dalam melawan korupsi di lingkungannya.”

Secara garis besar itulah pendapat Radhar Panca Dahana tentang efektivitas komik sebagai media melawan korupsi saat berbicara di forum diskusi (22/12/06) yang diselenggarakan Akademi Samali dan Toko Buku Aksara dibilangan Kemang. Penulis serial komik Mat Jagung (hadir tiap hari minggu di Koran Tempo) berkisah tentang visi, suka duka, dan rencana jangka panjang Mat Jagung, tokoh rekaannya yang senantiasa melawan berbagai bentuk korupsi di masyarakat. “Ia berangkat dari idealisme yang ditanamkan orang tuanya, bahwa setiap insan hendaknya senantiasa berjuang untuk kebenaran,” papar Radhar, “Mat Jagung sering melamun dan introspeksi. Menyadari (korupsi) yang dilawannya hanyalah puncak dari sebuah gunung es, kadangkala nurani kemanusiaannya muncul. Akankah kebenaran mampu menang, atau sia-siakah perjuangannya selama ini?”

Tampil satu halaman penuh setiap minggunya, renungan Mat Jagung seakan menjadi refleksi suara batin sang penulisnya. “Media komik adalah media yang mengakomodir pemutarbalikaan logika. Apapun mungkin dilakukan dalam komik, termasuk merubah paradigma dan cara berpikir pembacanya,” yakin Radhar. Keyakinan ini pula yang membuat sosok yang lebih dikenal sebagai budayawan ini mencoba media komik sebagai salah satu alat melawan korupsi. Pendekatan yang digunakan diharapkan mampu merekonstruksi benak pembacanya dapat mencari cara ‘alternatif’ dalam melawan penyakit masyarakat ini. Perlawanan secara langsung yang sudah dilakukan masyarakat dan negara selama ini, tidak lagi mampu memberantasnya.

Perjuangan alternatif ini tampak jelas dalam figur tokoh rekaannya. Mat Jagung mengajak pembacanya untuk melihat realita bahwa korupsi sudah menjadi budaya dalam seluruh lapisan masyarakat. Korupsi tidak lagi eksklusif milik para pemangsa kekayaan negara, namun sudah tertanam pada diri seluruh umat. Mata Mat Jagung mulai terbuka saat ia mendapati para pejabat negara ikut terlibat dalam lingkaran setan. Ia pun memergoki para kolega dan atasannya di lingkungan Kejaksaan, juga melakukan tindak korupsi. Bentuk korupsi yang dimaksud tidak lagi terbatas pada pencurian harta negara dan masyarakat. Namun telah bermutasi menjadi korupsi waktu, korupsi moral, dan korupsi lainnya. Mat Jagung mulai frustasi. Apalagi ia mendapati penegak hukum mengabaikan pelanggaran hukum di depan matanya, semata karena dia sedang ‘off’ alias usai bertugas atau sedang libur. Mungkinkah pengabdian kepada masyarakat hanya sebatas pada jam kerja?

Akankah ia runtuh, demotivasi dan pasrah kepada keadaan? Akankah ia menjadi pahlawan kesiangan? Apakah ia sebegitu naifnya percaya pada nilai-nilai luhur yang (mungkin) sudah usang? Apakah ia menjadi seorang malaikat diantara sejuta setan? Jika yang terakhir benar, mungkinkah dia sendiri yang sebenarnya setan (sementara sejuta umat lainnya adalah malaikat)?

Menulis naskah untuk media komik merupakan pengalaman baru bagi Radhar. Terbiasa menulis karya sastra lainnya, ternyata belumlah cukup baginya mampu membuat naskah komik yang pas. “Ternyata menulis naskah untuk komik itu sulit. Awalnya naskah saya terlalu panjang untuk satu episode komik. Akibatnya pada nomor-nomor awal tampak penataan panel menyulitkan pembaca dalam menikmati petualangan Mat Jagung. Itu dilakukan untuk memampatkan seluruh isi naskah dalam satu episode,” Radhar menjelaskan hari-hari pertama tokoh rekaannya yang berambut bak warna jagung ini.

Pengakuan ini diperkuat oleh Diyan Bijac, sang ilustrator,”Bahkan sempat dua halaman naskahnya, hanya menjadi dua buah panel komik saja.” Sampai episode ke-25, Diyan juga merangkap membuat storyboard. Diyan berbagi pengalamannya membuat Mat Jagung, “Saya terus terang kewalahan dalam menterjemahkan naskah Radhar menjadi storyboard, kemudian menjadi komik. Kesulitannya karena naskah Radhar bukan standar skenario komik. Barulah sejak Widyartha ikut bergabung berperan membuat storyboard, proses pengerjaan menjadi lebih mudah dan visualisasi naskah menjadi lebih tepat.” Widyartha ternyata mampu menerjemahkan isi naskah menjadi visual secara lebih baik dan lebih mudah dipahami pembaca. Pesan yang ingin disampaikan Radhar, baik secara narasi dialog maupun secara visual, juga menjadi lebih mudah dimengerti pembaca. Widyartha pula yang memberi saran agar ada kalanya isi naskah dipecah menjadi dua atau tiga bagian yang bersambung. Dengan demikian Diyan lebih leluasa dalam membuat ilustrasi. “Serial komik Mat Jagung menjadi arena belajar bagi kami bertiga,”Diyan mengakui bahwa menterjemahkan naskah Radhar yang ‘sastra’ menjadi ‘bahasa komik’ adalah suatu perjuangan tersendiri.

Sekilas nampak coretan tangan Diyan dipengaruhi gaya single clear line yang dirintis komikus legendaris asal Belgia, Herge. Gaya ini pula yang membuat serial Mat Jagung secara visual nampak mirip Tintin, tokoh rekaan Herge, ataupun komik Rampokan Jawa karya komikus Belanda, Peter van Dongen. “Padahal saya tidak bermaksud begitu. Saya sendiri terbiasa menggambar manga (komik Jepang) yang kebetulan juga menggunakan teknik single clear line. Saya baru menyadari kemiripan dengan gaya Herge saat rekan-rekan mengomentari Mat Jagung. Tidak ada permintaan khusus dari Radhar perihal gaya gambar. Beliau hanya mendeskripsikan tokoh-tokohnya secara naratif.” Terlepas dari itu, nampak ilustrasi Diyan secara cermat dapat memvisualisasikan sepak terjang Mat Jagung dengan baik. Sequence, angle dan fokus setiap panel sangat memudahkan pembaca memahami pesan Radhar.

“Perjalanan Mat Jagung masih jauh. Saya merencanakan season pertama cukup mencapai 50 pemuatan (sebuah episode terkadang mencapai 2-3 pemuatan),” Radhar menjelaskan. Ketika diklarifikasi rencana cerita panjang Mat Jagung dalam bentuk novel, Radhar hanya menjawab,”Tunggu saja tanggal mainnya.” Karakter Mat Jagung dan semua tokohnya akan dikembangkan lebih dalam. Sangat mungkin Mat Jagung akan menjadi ‘korban’ rekonstruksi paradigma melawan korupsi, sebagaimana ungkap Radhar saat berdiskusi. Mat Jagung menyadari modus operandi yang dijalankan bersama kawan-kawan seperjuangan tak efektif, dan terpaksa mencari cara alternatif melawan korupsi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA