FABLES



Dipublikasikan pertama kali di harian Koran Tempo, suplemen Ruang Baca, 19 Juni 2005

….and they don’t live happily ever after…......


Saat pertama kali terbit di tahun 2002, serial graphic novel Fables meraih dua penghargaan Eisner Awards 2003 (kategori Best New Series dan Best Serialized Series), salah satu pemberi penghargaan tertinggi di bidang komik. Buah karya masterpiece dari Bill Willingham dan diterbitkan rutin setiap bulan oleh Vertigo Comics (salah satu divisi dibawah grup DC Comics) ini menjadi fenomena dan dibicarakan banyak orang. Bahkan kini cetakan pertama dari edisi perdananya bernilai sekurangnya USD 50 di kalangan kolektor. Namun apa sebenarnya yang membuat Fables fenomenal? Anda pasti ingat berbagai tokoh dongeng semasa kanak-kanak, atau cerita dongeng yang biasa anda bacakan sebelum anak tidur, atau bahkan film animasi yang ada di layar lebar dan televisi. Bill Willingham melakukan reengineering pada seluruh tokoh dan dunia dongeng itu.

Alkisah semua tokoh dongeng sebenarnya hidup di tempat yang sama dan pada waktu yang sama, yaitu Negeri Dongeng. Kehidupan yang damai, aman, sejahtera dan sentosa berubah menjadi mimpi buruk saat negeri mereka diserbu Adversary. Bala tentaranya membumihanguskan dan membantai siapapun yang ada dihadapannya. Para tokoh dongeng segera bersatu menghimpun kekuatan menghadapi invasi Adversary. Sebagian dari mereka eksodus ke dunia manusia, yaitu dunia realita kita ini (para fables menyebut kita mundys), melalui beberapa pintu antar dimensi. Sesampainya mereka di dunia kita semua pintu gerbang antar dimensi “disegel” dari sisi dunia realita. Banyak tokoh dongeng yang gugur, seperti Robin Hood, St. George, dan Don Quixote, dalam mempertahankan pintu antar dimensi terakhir agar pasukan Adversary tak mampu menyeberang ke dunia mundy.

Kini para fables pengungsi tinggal di Fabletown (terletak di sudut kota New York, AS) dipimpin oleh King Cole sebagai walikota, dan Snow White sebagai deputy walikota. Mereka menyembunyikan diri dari perhatian para mundys. Bigby Wolf, sang serigala yang senantiasa ingin merobohkan rumah tiga babi kecil, kini dipercaya sebagai sherif. Cinderella menjadi wanita mandiri dan jagoan beladiri serta spionase. Prince Charming, mantan suami Snow White, Cinderella dan Sleeping Beauty, kini bangkrut dan menjadi pria pemangsa perempuan kaya nan kesepian. Pinokio menyesali permohonannya kepada Ibu Peri (dari boneka kayu menjadi anak manusia), karena hingga kini ia tetap seorang bocah. Selain mereka masih banyak tokoh dongeng yang selamat dan hidup di Fabletown dan Fablefarm (bagi para tokoh dongeng non-manusia).

Bill Willingham mampu mengembangkan karakter semua tokoh dongeng dan menciptakan setting kehidupan, lingkungan, konflik sosial, dan sebagainya secara sempurna. Berbagai ‘mimpi buruk’ dialami semua fables, karena kini mereka harus menjalani hidup sebagaimana para manusia tetangga mereka. Semua tokoh dongeng ‘dihidupkan’ sebagaimana makhluk hidup selayaknya. Variasi pengembangan cerita juga mengagumkan. Kita akan menemukan cerita misteri, penyidikan, kisah cinta, sampai perang (kebetulan Willingham seorang mantan Polisi Militer).

Snow White kini menjadi wanita yang dingin dalam menghadapi berbagai persoalan, selayaknya seorang pimpinan masyarakat: kasus perceraian, perampokan, pembunuhan, kebersihan lingkungan, ketertiban lingkungan, dan masih banyak masalah setumpuk. Bigby Wolf menggunakan naluri serigalanya sebagai penegak hukum. Ketiga babi kecil memimpin pemberontakan penduduk Fablefarm, yaitu para fables non-manusia, untuk menjajah Fabletown. Mereka merasa dikucilkan dan diasingkan, padahal tinggal di Fablefarm demi keamanan mereka sendiri dari intaian manusia. Prince Charming melakukan berbagai manuver politik agar masyarakat setuju melakukan referendum dan ia terpilih menjadi walikota yang baru.

Bill Willingham mempercayakan banyak artis menjadi ilustratornya, baik pada jalinan kisah utama maupun kisah sempalan. Diantara mereka semua, James Jean dan Mark Buckingham menjadi pilihan utama dan selalu menjadi ilustrator kisah utama. Kemampuan keduanya menjadikan kisah utama March of the Wooden Soldiers (sebanyak 9 jilid) dinominasikan meraih Eisner Award 2005 kategori Best Serialized Story, Best Writer, dan Best Cover Artist.

March of the Wooden Soldiers sudah mendapat pujian dari pembacanya karena dianggap sebagai milestone terpenting dalam serial Fables. Disini Adversary berhasil mengirimkan pasukan tentara kayunya (yang semuanya tampil persis Tommy Lee Jones di film Men In Black), menjebol satu pintu antar dimensi, dan menyerbu Fabletown. Snow White mengatur strategi perang dan memimpin pasukan fables. Banyak fables gugur termasuk Pinokio yang berusaha untuk menghentikan pasukan boneka kayu (karena yakin mereka dibuat oleh Gephetto atas perintah Adversary, dan pasti mereka akan patuh pada Pinokio selaku ‘kakak’ tertua). Snow White memerintahkan burung phoenix membakar pasukan boneka kayu dengan lidah apinya. Ternyata pasukan kayu yang terbakar ini tetap merangsek dan membuat fables kian terdesak. Beruntung Bigby Wolf datang tepat pada waktunya untuk meniupkan hembusan sekuat tornado dan memadamkan api.

Hingga episode terbaru bulan ini, para fables masih belum bisa membuka kedok Adversary. Siapakah tokoh penguasa yang misterius ini sebenarnya? Siapa tokoh dongeng yang mampu mengerahkan kekuatan sedemikian hebat untuk membumihanguskan Negeri Dongeng dan menciptakan pasukan boneka kayu sedemikian dahsyat? Para fables setuju dengan pendapat terakhir Pinokio bahwa mustahil Gephetto adalah Adversary. Sang kakek adalah seorang bersahaja dan pasti ia dipaksa menciptakan boneka-boneka kayu itu. Lalu siapa? Para penggemar Fables berspekulasi di forum internet. Mayoritas berpendapat satu-satunya tokoh dongeng yang punya kekuatan seperti Adversary hanyalah …….. Peter Pan.

Benarkah Peter Pan adalah sang Adversary? Mungkinkah ia tidak lagi pemuda riang dari Neverland sebagaimana yang kita kenal? Silakan pendam rasa penasaran anda, karena semua belum terjawab. Namun anda masih bisa mengikuti perjuangan Boy Blue di tanah kekuasaan Adversary. Ia pergi meninggalkan Fabletown demi menyelamatkan kekasihnya, Red Riding Hood, yang diyakini tertawan disana saat pertahanan terakhir fables runtuh.

Dalam sebuah forum di website-nya Bill Willingham membuka kemungkinan untuk memperluas ekspansi fables-nya dan tidak terbatas pada cerita dongeng Eropa. “Sangat mungkin, karena Fables merupakan sebuah konsep yang besar. Setelah Eropa, wilayah regional terdekat yang populer dengan cerita dongengnya adalah Timur Tengah dengan Kisah 1001 Malam. Jadi siap-siap saja dengan kehadiran Ali Baba, Sinbad, Aladdin, dan lainnya kedalam dunia Fables.” Sudah barang tentu ini akan sangat dinantikan, termasuk kapan legenda Sangkuriang, Lutung Kasarung, Jaka Tarub, dan lainnya dari Indonesia ikut serta. Akankah pembaca Indonesia dapat menerima dan menikmati para tokoh dongeng lokal ‘direkayasa’ seperti halnya Snow White cs?

Pesan saya, yakinkan diri anda bahwa putra-putri di rumah tidak ikut membaca Fables. Selain akan merubah citra para tokoh dongeng kesayangannya, komik Fables penuh dengan gambar yang bukan konsumsi anak-anak maupun remaja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA