SATORU SHIONOYA GROUP

Ketika jadwal penampilan Dji Sam Soe Super Premium JakJazz 2007 dirilis, banyak yang asing dengan nama para artisnya. Satoru Shionoya (Jepang) termasuk satu diantaranya. Warna musik dan kiprahnya tak banyak dikenal. Namun penampilan Satoru Shionoya Group pada Jum’at malam, 23 Nov 2007 mengubah keraguan penonton.

Band beranggotakan lima musisi ini membuat penonton terus bergoyang, berdecak kagum, dan tak meninggalkan arena hingga mereka tampil lagi untuk sebuah encore. Satoru Shionoya Group hadir berkat The Japan Foundation bersama seluruh personil yang melahirkan album Hands of Guido (2006), dan juga memainkan hampir semua tembang dalam album tsb. Satoru (grand piano), Yoshito Tanaka (gitar, produser), Katsumi Hirashi (bass), Eiji Tanaka (drum) dan Masatoshi Kainuma (perkusi) membuktikan bahwa janji mereka saat konferensi pers tidaklah omong kosong. Kelima musisi mempertontonkan kemahiran bermusik tingkat dunia, dengan ketrampilan tingkat tinggi dan luasnya wawasan musik diluar musik jazz.

Perhatikan saja saat Introduction dilantunkan. Diawali dengan komposisi piano klasik, dilanjutkan dengan dinamika jazz secara penuh energi, dan kembali ditutup dengan komposisi klasik. Atau pada Mr. Tap-man yang kerap memberi tempat bagi Eiji dan Masatoshi untuk berimprovisasi dengan menambah keragaman dibanding versi lagu studionya. Permainan jazz yang menghentak disuguhkan melalui Skinny-Dipper. Walaupun sangat terasa peran piano dalam setiap komposisi, peranan gitar mendapat tempat istimewa dan bersanding harmonis dengan piano. Tidaklah berlebihan jika Yoshito pantas dipuji berkat kehandalannya sebagai penata musik dan produser album Hands of Guido. Permainan gitar akustik sangat menawan, terutama saat berduet dengan Satoru pada lagu Doodle dan Azami.

Pengamat musik senior Bens Leo sempat menyatakan kekagumannya kepada penampilan kelima pemuda Jepang ini. “Mereka sempat memainkan tiga komposisi selama 30 menit pada malam gala dinner, dan penampilan mereka sangat mengagumkan. Kelima musisi semuanya pendekar musik dan mampu berkomunikasi dengan penonton. Malam ini saya sangat antusias untuk menikmati hiburan mereka kembali,”ungkap Bens Leo.

Terbukti kelima musisi sangat atraktif sepanjang 1,5 jam. Keragaman wawasan musik sempat dilontarkan saat wawancara. Terasa atmosfir jazz, klasik, rock, latin dan funk silih berganti memberi nyawa. Sungguh rugi mereka yang luput menjadi saksi kehebatan mereka di JakJazz 2007. Album Hands of Guido diyakini dapat diterima di masyarakat, terutama di negerinya sendiri. Diperkirakan sudah terjual 40.000 keping dan menjadi prestasi tersendiri di Jepang, yang saat ini wajah musik jazz tidak semegah beberapa dekade sebelumnya.

Yoshito dan Satoru bercerita tentang tanggapan generasi muda dan respon pasar Jepang. Banyak musisi muda, sama halnya dengan mereka, yang berkelana menimba ilmu di luar negeri. Kelak mereka akan kembali ke Jepang ketika sudah berpengalaman. Satoru dan rombongan senang berbagi cerita dan pengalaman dalam bermusik, termasuk pengalaman dalam industri musik. Kehadirannya di Indonesia untuk pertama kalinya ini menjadi salah satu tonggak sejarah bagi Satoru Shionoya Group, dan malam itu penonton JakJazz 2007 menjadi saksinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA