SEMALAM DI HOTEL BERSAMA ......



Saat itu sudah larut malam di kota S ketika aku tiba dalam sebuah perjalanan dinas. Badan penat, pikiran lelah, yang kuinginkan hanyalah tidur dengan bantal yang empuk dan harum. Sudah nyaris dua jam aku berkeliling kota mencari hotel untuk menginap, namun yang kudapatkan hanyalah jawaban,”Maaf Pak, hotel kami penuh.” Malam itu memang sedang ada acara akbar Pemerintah Daerah dan banyak tamu undangan memenuhi seluruh hotel di kota S yang kecil ini.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 saat aku tiba di hotel M. Desain arsitektur yang biasa saja, khas desain bangunan dekade 70-an, dengan cat yang sudah mulai mengelupas. Perabotan nya pun mungkin tidak pernah diganti sejak hotel M ini berdiri. Karpet pun tampak terkikis di sekitar tempat kaki melangkah. Dengan mata sarat kantuk kutanyakan sebaris kalimat yang entah sudah berapa kali kuulang malam itu. “Maaf Pak, hotel kami penuh. Tidak ada kamar kosong,” begitu jawab petugas front office. “Tolonglah mas, satu kamar saja. Saya hanya ingin mandi dan tidur. Besok pagi saya akan check out dan langsung ke bandara,” jawabku dengan memelas.

Mungkin karena belas kasihan, dan setelah kubujuk berkali-kali, petugas front office akhirnya berkata,”Ada satu kamar kosong Pak.” Mataku langsung berbinar-binar! “Berapa harganya?”, tanyaku. Dia hanya menjawab,”Bapak tidur saja dulu. Jika Bapak suka dengan kamarnya, Bapak silakan tidur dan besok saat check out bisa bayar. Jika Bapak tidak suka, Bapak boleh membatalkan dan kami tidak meminta bayaran.”

Aku tak sempat berpikir untuk menanggapi jawaban yang janggal itu. Aku sudah terlalu lelah. Kuterima anak kuncinya dan segera aku bergegas menuju kamar yang diberi tahu. Aaahhh...nikmatnya pancuran air dingin membasahi wajah dan tubuh yang entah sudah tercampur apa saja dengan keringat. Seperti biasa kukenakan celana pendek tanpa kaos. Aku jarang membawa kaos untuk tidur, supaya tas bawaanku ringkas. Meskipun demikian, tak pernah ketinggalan permainan Play Station kesayanganku. Ia selalu kubawa bila dinas keluar kota, agar kerinduanku pada istri dan anak di rumah terobati.

Pesawat televisi di kamar tidaklah besar, namun cukup nyaman menyaksikan permainan sepakbola dengan Play Station. Aku bermain sambil duduk bersila. Tidak ingat permainan sudah berapa lama, ketika aku mendengar sayup-sayup suara tangis. Entah dari mana, tapi rasanya tidak datang dari speaker televisi. Suara tangisan terdengar lirih, nyaris tak terdengar, hingga perlahan terdengar mulai jelas.

Aku tak tahu darimana suara tangisan itu berasal, hingga aku menoleh ke kanan. Pada saat itulah aku melihat seorang perempuan duduk bersimpuh, berpakaian putih panjang, dengan rambut hitam terurai panjang menutupi seluruh wajah dan pipi. Kepalanya tertunduk, kedua tangan bersandar pada kedua pahanya, dan darinyalah terdengar suara tangisan itu. Wajahnya tak terlihat, dan akupun tak berpikir untuk melihat seperti apa wajahnya.

Tak ada kata yang sanggup keluar dari kerongkonganku, tak ada keringat dingin yang keluar dari tubuhku. Yang ada hanyalah jantung berdetak kencang, hingga aku bisa mendengarnya melebihi suara Play Station dari televisi, selain suara tangisan makhluk di sampingku ini. Entah sudah berapa belas ayat suci yang kubaca, dan makhluk ini tidak beranjak pergi. Suara tangisannya semakin keras, hingga akupun sengaja mengeraskan suara speaker televisi. Tapi seberapapun aku mengeraskan suara televisi, suara tangisannya selalu menandingi.

Entah apa yang ada dalam pikiranku, karena aku sudah tak mampu berpikir apapun lagi. Aku hanya menatap layar kaca sambil terus memainkan play station, hingga tiba-tiba suara tangisan itu hilang seketika. Akhirnya! Aku tengok ke kananku, dan dia sudah tidak ada! Namun ketika ketengok sisi kiriku, ia berada disitu, lengkap dengan posisi duduknya, dan kembali menangis keras. Tangisannya memenuhi tak hanya kedua telingaku, tapi juga seluruh aliran darahku. Ya Allah....entah apa yang harus aku lakukan, karena tak ada lagi yang terpikir untuk dilakukan....semua ayat suci yang kukenal sudah kuucapkan dan ia tak juga mau pergi.....

Malam itu aku terus memainkan play station dengan kepala kosong, tak mengacuhkan kehadirannya. Aku bermain tanpa pikiran apapun, karena aku tak mampu berpikir, sementara suara tangisan itu terus terdengar jelas. Tanpa henti.... tanpa jeda.... tanpa memberi kesempatan bagiku untuk menghela nafas..... tanpa memberi kesempatan pada bulu roma ku istirahat.... hingga...... adzan subuh terdengar.

Ajakan shalat terdengar dari masjid terdekat dari hotel. Refleks saja aku menengok kiriku, dan....makhluk itu sudah tidak ada! Aku tak ingat kapan terakhir tangisan itu terdengar, karena aku pikiranku benar-benar kosong.

Segera aku pergi ke kamar mandi, membasuh muka, bersalin, membereskan barang-barangku, dan segera keluar dari kamar. Hingga tiba di front office, rupanya petugas yang sama masih berada disitu. Segera aku marah dan membentaknya,” Kamar apa yang kamu berikan ke saya tadi malam!”

Petugas itu segera menjelaskan bahwa kamar itu memang terkenal dengan penghuninya, karena banyak yang melaporkan. Entah berapa tahun lalu seorang gadis bunuh diri di kamar itu. Sengaja kamar itu tak disewakan, namun ia memberikannya padaku karena aku memaksanya. Aku tidak bisa marah lagi, dan hanya ingin segera pergi. Sebelum pergi, ia sempat bertanya dengan wajah tak bersalah,”Seperti apa wajahnya Pak?”

#%*^@*+%$#@x!!!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA