SIAPA BILANG PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI ORANG MAMPU?

Bagi mereka yang selalu melintasi jalan tol Jagorawi sejak bulan April 2011 pasti mahfum bahwa sedang dilakukan pelebaran jalan/ penambahan jalur dari tiga jalur menjadi empat jalur. Menurut rencana pada bulan Agustus 2011 sudah rampung 4 jalur, alias total 8 jalur untuk dua arah. Pembangunan ini dilakukan karena kepadatan arus kendaraan yang semakin meningkat, terutama arah masuk ke Jakarta di pagi hari dan keluar Jakarta di sore dan malam hari. Saya termasuk pengguna jalan tol Jagorawi setiap hari dengan kendaraan pribadi.

Selama masa pembangunan ini, macetnya naudzubillah..... terutama di bulan April dan Mei. Saya pernah menghabiskan waktu tiga jam dari rumah ke kantor! Dan juga sebaliknya! Beberapa hari berturut-turut! Umumnya kemacetan disebabkan para pengemudi yang melanggar aturan dengan menggunakan bahu jalan.

Hingga akhirnya saya beralih menggunakan transportasi masal, alias kereta api dari Bogor menuju tempat kerja di Jakarta. Kereta Pakuan Express Bogor tujuan Tanah Abang, Jakarta berangkat sekitar pk 05.35 WIB. Tidak ada masalah bagi saya untuk mengejar jadwal keberangkatan, karena umumnya saya berangkat dari rumah usai shalat subuh. Namun saya ingin mendapatkan kursi, mengingat perjalanan yang lumayan jauh. Kira-kira perjalanan memakan waktu satu jam hingga stasiun Dukuh Atas Jakarta. Dari sana saya melanjutkan bersama seorang rekan kantor dengan busway arah Kuningan.

Dikarenakan ingin mendapat tempat duduk nyaman, umumnya saya menggunakan motor taxi, alias ojek. Selama beberapa minggu berturut-turut saya tiba tiba di stasiun kota Bogor sangat awal. Kira-kira pk 05.15 dan di sana saya mendapatkan ...... hampir semua kursi telah terisi. Penuh! Kagum saya dengan para penumpang ini. Jam berapa ya mereka berangkat dari rumah? Di mana mereka shalat subuh? Padahal rasanya saya sudah secepat mungkin berangkat dari rumah, dan sudah melalui rute terpendek.

Seingat saya, saya hanya pernah sukses mendapatkan kursi sebanyak 3x. Itupun pada akhirnya hanya 2x, karena pernah sekali saya memberikan kursi kepada seorang ibu muda dengan seorang balita dan bayi di gendongannya. Mana saya tega membiarkan ibu ini berdiri sepanjang perjalanan? Alhasil saya berdiri, bergelantungan, hingga tiba di tujuan.

Ada banyak penumpang yang membawa kursi lipat atau selembar koran dan duduk di lantai gerbong. Saya tidak mau melakukan serupa. Selain gengsi, menurut saya duduk di lantai gerbong adalah sangat tidak pantas. Ada peraturan di dinding untuk tidak duduk di lantai. Selain itu menghalangi koridor, dan penumpang lain yang berjalan. Singkatnya menurut saya duduk di lantai itu sangat tidak beradab.

Selama beberapa minggu saya berangkat dari rumah setelah subuh, tidak duduk di kereta, tiba di stasiun Dukuh Atas sekitar pk 06.30. Jika beruntung (karena ini benar-benar mengadu nasib) busway tiba tepat waktu dan saya tiba di kantor 06.50. Seringnya lebih dari pk 07.00, sementara waktu kerja di kantor saya dimulai pk 07.00.
Saya hitung-hitung biaya yang dikeluarkan naik kereta api, door to door: ojek berangkat (Rp 20.000,-), Pakuan ke Jakarta (Rp 11.500,-), busway ke kantor (Rp 2.000,-), busway ke Dukuh Atas (Rp 3.500,-), Pakuan ke Bogor (Rp 11.500,-), angkot ke rumah 2x naik (Rp 4.000,-), ojek sampai rumah (Rp 3.000,-). Total Rp 55.500,-/ hari. Jika tidak naik ojek, kurangi saja ongkos ojek namun ditambah naik angkot.

Pernah sekali karena ada acara usai jam kerja, kira-kira akhir bulan Mei, saya gunakan kendaraan pribadi. Berangkat seperti biasa, usai shalat subuh karena sudah terbiasa dengan kereta api. Saya dapati pelebaran jalan tol Jagorawi ada kemajuan dan perjalanan termasuk lancar. Berangkat dari rumah pk 04.50. Tiba di kantor di jl Rasuna Said? Pk 05.55 saja. Saya sempatkan tidur, atau tidur-tidur ayam, menunggu waktu kerja pk 07.00.

Lalu keesokan harinya saya coba lagi dengan kendaraan pribadi, lalu berikutnya. Rata-rata waktu tempuh sama, dikarenakan tidak banyak kendaraan pribadi memadati jalan tol Jagorawi.

Saya coba hitung ongkos perjalanan kendaraan pribadi. Tol ke Jakarta (Rp 4.500,-). Tol dalam kota dari Pancoran ke TMII (Rp 6.500,-), Tol Jagorawi keluar di GT Sirkuit Sentul (Rp 4.500,-). Total sebelum bensin Rp 15.500,-. Tidak ada biaya parkir di kantor, dan jika pagi hari saya tidak pernah lewat jalan tol dalam kota. Bensin premium yg saya habiskan rata-rata 7 liter/ hari alias Rp 31.500,-. Jadi total pengeluaran Rp 47.000,-/ hari

Sejak itu saya tidak lagi menggunakan Pakuan AC. Dengan mobil, berangkat dari rumah pada waktu yang sama, saya tiba satu jam lebih awal dibanding dengan kereta api. Masih bisa tidur pula di halaman parkir. My life quality is much more better. Di Pakuan AC saya sama sekali tidak tidur. Berdiri sepanjang perjalanan pula! Belum lagi dengan aneka macam gangguan dalam perjalanan kereta. Entah gangguan sinyal, entah yang lain. Pernah mereka secara sepihak tanpa pemberitahuan sebelumnya, pada hari Senin 16 Mei 2011 (itu lho yang hari libur/ cuti bersama mendadak oleh Pemerintah) pihak KAI memberlakukan jadwal weekend pada hari Senin tsb. Tidak ada jadwal Pakuan AC di pagi hari. Semua penumpang pindah ke Ekonomi AC. Bisa dibayangkan penuhnya seperti apa.

Pernah juga AC dalam gerbong mati. Bayangkan saja tidak ada sirkulasi udara. Teman-teman pengguna reguler pasti bisa bercerita lebih banyak tentang gangguan layanan kereta api.

Kesimpulannya, bagi saya menggunakan kendaraan pribadi tetap lebih murah dan lebih nyaman dibanding menggunakan transportasi masal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA