COMMUTER JAKARTA-BOGOR YANG NGGA NYAMAN DAN NGGA TEPAT WAKTU

Sejak awal Juli 2011 warga Bogor yang beraktivitas di Jakarta mulai resmi menggunakan kereta api commuter berjadwal baru. Uji coba jadwal baru sudah dimulai sejak pertengahan Juni 2011. Tidak hanya jadwal baru, tetapi juga dengan tarif baru. Saya pernah menggunakan jasa kereta commuter ini pada akhir April hingga Mei 2011, dan pada akhirnya saya memutuskan untuk kembali lagi menggunakan kendaraan pribadi. Alasannya sederhana: kualitas pelayanan yang, menurut saya, buruk dan tidak manusiawi.

Beberapa teman pengguna rutin kereta commuter mengeluhkan banyak hal, mulai dari ketidaktepatan jadwal, travel time yang lebih lama dibanding pelayanan sebelum berubah, kepadatan penumpang pada jam sibuk, kurang sejuknya pendingin ruangan, dan entah apa lagi.

Kereta commuter bukanlah mass rapid transit, sebagaimana yang kebanyakan warga dambakan. Ia tidak mengenal istilah headway (jeda keberangkatan antar kereta), atau kecepatan konstan. Ia juga tidak diperuntukkan mengangkut penumpang sebanyak mass rapid transit (MRT). Tapi bukan berarti kereta commuter tidak memiliki standar pelayanan yang baik.

Kereta commuter memiliki jadwal keberangkatan dan kedatangan, mengikuti kebutuhan (peak hour dan off-peak hour). Berhubung jaraknya umumnya jauh (dari pinggir kota menuju pusat kota), maka umumnya lebih banyak kursi dibandingkan tempat berdiri penumpang. Tarif perjalanan umumnya ditentukan berdasarkan titik berangkat dan titik tujuan.

Untuk karakter pertama, kereta commuter Bogor-Jakarta memiliki masalah: jarang tepat waktu. Penyebabnya bisa banyak: terlambat akibat gangguan pada rangkaian kereta jenis lain, belum memiliki rel lintasan khusus (sehingga harus berbagi), pasokan listrik, banyaknya intersection/ mixed traffic dengan kendaraan bermotor, ketidaksempurnaan sinyal (entah kenapa ini), kecelakaan pada jalur kendaraan bermotor yang mengganggu kelancaran kereta commuter, terlalu dekatnya bangunan liar di sekitar lintasan rel, hilir-mudik masyarakat di sekitar lintasan rel, dan entah apa lagi.

Pada masalah ini yang menjadi perhatian utama adalah sterilisasi lintasan rel. Inilah kunci utama kelancaran jadwal. Semakin sedikit gangguan sterilisasi, maka semakin tepat jadwal perjalanan kereta commuter. Sudah jadi pemandangan umum bahwa banyak bangunan liar di sekitar rel yang membahayakan masyarakat dan juga kereta commuter. Idealnya lintasan rel bersih dari gangguan. Kalau bisa malah lintasan khusus diperuntukkan untuk commuter. FYI semua lintasan rel kereta api di Indonesia konon peninggalan zaman Belanda. Belum ada lintasan yang dibangun sejak kemerdekaan. Yang ada hanyalah membuat jalur rel ganda.

Sterilisasi juga berlaku untuk stasiun. Saat ini desain dan layout stasiun sudah tidak memenuhi syarat dan kebutuhan. Siapapun bisa masuk stasiun: calon penumpang untuk semua jenis kereta dengan semua tujuan, pegawai tentunya, pedagang, pengantar, penjemput, bahkan seseorang bisa masuk ke dalam stasiun dengan menyusuri rel arah luar! Kelemahan desain dan lay out membuat verifikasi tiket terpaksa dilakukan di atas gerbong oleh kondektur. Dengan kepadatan penumpang, bagaimana caranya bisa memeriksa tiket penumpang yang naik dari stasiun-stasiun tengah?

Konsep yang ideal adalah membuat stasiun khusus untuk kereta commuter, tapi ini sulit sekali. Investasinya tinggi. Yang mungkin dilakukan adalah membuat platform (peron) khusus untuk commuter yang hanya bisa diakses oleh penumpang commuter. Inipun tidak mudah karena banyak stasiun kecil antara Bogor dan Jakarta yang hanya punya dua atau tiga platform dengan ketinggian sama. Bagaimana caranya membuat platform khusus untuk commuter?

Dengan tarif tiket jauh-dekat yang sama, sering timbul kritik ketidakadilan. Konsep yang ideal memang tarif berdasarkan jarak. Namun dengan sistem tiket kertas dan verifikasi manual di atas gerbong, mustahil ini dilakukan. Hanya tiket elektronik yang mampu menjalankan sistem ini, sebagaimana yang diterapkan di MRT Singapore dan Kuala Lumpur. Setiap penumpang membeli tiket elektronik berdasarkan jarak, atau menggunakan tiket elektronik isi ulang. Setiap platform harus memiliki pintu-pintu akses turn-style. Kartu elektronik isi ulang akan dipotong nilainya mengikuti titik masuk dan titik keluar. Inipun sulit mengingat konsep yang sama di Transjakarta Busway ngga berfungsi penuh. Maintenance yang buruk, serta sistem informasi yang tidak dapat diandalkan. Wajar jika masyarakat ragu.

Kereta commuter Bogor-Jakarta yang sekarang ini memiliki layanan dengan penyejuk ruangan, dan tanpa penyejuk ruangan. Aneh memang ada dua jenis layanan ini, meski tarif berbeda, dan keduanya sama-sama padat penumpang. Idealnya hanya ada satu jenis layanan, namun bisa saja karena saat ini sarananya terbatas.

Dengan adanya setumpuk masalah pada kereta commuter, wajar jika masyarakat pengguna mengharapkan (jika tidak bisa menuntut) pelayanan kelas premium.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA