BRUSSELS PILGRIMAGE: PART 3


Kereta yang membawa Gerald dan saya dari Louvain le Neuve sudah merapat di stasiun Brussels Centraal. Bergegas kami melangkah menuju jalan raya de Berlaimont dekat Katedral. Rada bingung arah saat itu karena petunjuk jalan kurang jelas. Namun seorang pejalan kaki memberi tahu bahwa arah kami sudah benar. Tidak jauh tampak patung Gaston besar sekali, sebagai penyambut para calon tamu Museum Komik Strip Belgia. Tidak jauh di belakang patung Gaston tampak jalan menurun menuju rue des Sables, di mana museum berada. 



Centre Belge de la Bande Dessinee (CBBD), atau Museum Komik Strip Belgia, dari luar tidak tampak menyolok. Tidak terlalu banyak asesoris yang membuat seseorang mudah mengenalinya sebagai sebuah museum. Ketika masuk museum, tampak patung Asterix dan roket Tintin yang tinggi menjulang menyambut tamu. Di sisi kanan tampak mobil Citroen merah, dan di sisi kiri terdapat toko komik Slumberland yang koleksi merchandise/ figurine nya lebih yahud dibanding cabang Louvain la Neuve. Ada juga dua buah rak berisi aneka brosur wisata dan atraksi kota Brussels yang bisa diambil gratis. Salah satunya peta kota Brussels.

Setelah berfoto dengan Asterix dan roket yang gede itu, kami  pun menaiki anak tangga yang terbuat dari marmer. Ada yang menarik pada anak tangga ini, dan sangat mudah dikenali bagi mereka pecinta komik Tintin. Pada sebuah anak tangga tampak marmer yang retak pada tepinya. Di sisinya ada sebuah plakat yang menerangkan bahwa plakat ini berasal dari Marlinspike Hall.
 
Kami membayar tiket Euro 8 per orang, dan hanya untuk CBBD. Kami memutuskan untuk tidak ke Marc Sleen Museum, yang terletak di hadapan CBBD. Tiket masuknya dapat dibeli secara paket di CBBD dengan hanya menambah Euro 1. Pertimbangannya sederhana: waktu yang tidak cukup, serta saya tidak tertarik. Pada kedua sisi tampak patung Dragon Ball dan Lucky Luke (yang sudah hilang rokoknya dari bibir).

Tour komik dimulai dari sisi Lucky Luke dan dinding di balik kasir. Tampak sejarah komik dunia dan terutama komik Belgia, salah satunya Little Nemo in Slumberland (Winsor McCay) yang pameran komprehensif nya saya saksikan di Erlangen Comic Salon. Berjalan terus menuju deretan lembaran karya komik asli. Saya lupa komik apa saja yang ada disini, namun yang saya ingat ada beberapa lembar coretan asli komik Rahan dan komik Rubi Rubah Kecil. Keduanya pernah dimuat bersambung di majalah HAI.

Section CBBD berikutnya adalah deretan panel komik yang menampilkan komik-komik Tintin, Smurf, Lucky Luke, Yoko Tsuno, Gaston, Marsupilani, dan entah apa lagi yang saya belum pernah lihat. Lengkap dengan ilustrasi sampul, memorabilia, foto, bahkan replika ruang kerja. Sayang semua kaca tidak berupa doff glass, sehingga sulit difoto tanpa terlihat pantulan cahaya.

Pada bagian lain CBBD adalah ruang pameran yang didedikasikan kepada Victor Horta, sang pelopor gaya art nouveau. Ada banyak bangunan di kota Brussels yang merupakan karya arsitekturnya, termasuk gedung CBBD ini. Tampak biografinya, fotonya, dan segala macam yang berhubungan. Juga ada banyak komikus yang membuat tribute berupa gambar ruangan atau gedung karya Horta. Salah satunya komikus yang saya kagumi, Francois Schuiten.

Section lain dari CBBD adalah ruang pameran karya Posy Simmonds dan Marten Toonder. Sayangnya saya tidak begitu kenal dengan karya keduanya. Namun saya menikmati karya-karya Simmonds. Komikus senior asal Inggris ini ada beberapa karyanya yang populer seperti Tamara Drewe. Yah, setidaknya saya tahu judul serial ini.
 
Yang mengagumkan dari CBBD adalah arsitektur dan interior art nouveau Horta yang dilestarikan. Keren banget lah. Tampak kondisinya dipelihara, meski saya yakin koleksi CBBD ini tidak banyak berubah dibanding 10 tahun lalu saat beberapa teman mengunjunginya. Posisi beberapa patung persis seperti kondisinya saat itu. Mungkin yang berpindah tempat adalah lemari-lemari display lembaran komik asli, karena harus memberi ruang pada pameran Posy Simmonds dan Marten Toonder.

Sekitar 1,5 jam kami berkeliling CBBD dan rasanya cukup sudah. Perpustakaan kami lewati, karena waktunya tidak ada. Kami hanya sempat mengunjungi toko buku Slumberland. Saya hanya membeli buku Bruxelles Dans La BD yang merupakan buku panduan komik mural dan lokasi seputar Brussels yang diabadikan dalam komik. Selain itu juga empat buah figurine Dalton Bersaudara pesanan Mia. Masih ada banyak lagi sebenarnya yang menarik. Tapi harganya mahal banget, seperti patung Asterix berjabat tangan dengan Humpa Pa. Keduanya karya Uderzo dan Goscinny.


Usai CBBD kami berjalan panjang menembus Royale Galeries St. Hubert, yang terkenal dengan deretan toko coklat. Di ujung sana bertemu dengan lapangan Grand Market, yang dikelilingi gedung-gedung klasik. Berlanjut ke ujung nya lagi, kami bertemu dengan toko Tintin Boutique. Koleksinya tidak jauh berbeda dengan toko Musee Herge, kecuali baju anak-anak dan ransel. Sisanya sama saja. Dalam perjalanan kami makan di sebuah retoran Portugis yang dari luar tidak tampak seperti restoran. Tapi makanannya enak banget dan saya memesan steak daging sapi. Semua bahannya disiapkan disaksikan setiap tamu. Jadi terlihat semuanya fresh. Sementara menunggu, saya menonton pertandingan sepakbola Euro Cup di televisi.


Berjalan-jalan sekitar Grand Market sangat menyenangkan, terutama jika pecinta komik seperti saya. Ada banyak sekali ilustrasi komik yang dilukis di dinding gedung atau rumah, dan dilestarikan. Tembok-tembok mural ini diberi pagar, sehingga tidak rusak oleh tangan-tangan jahil, serta diberi plakat nama. Dari sekian banyak saya hanya berhasil menemukan mural Tintin & Haddock, Quick & Flupke, dan beberapa lagi. Saya tidak berhasil menemukan Asterix, serta Lucky Luke.

Perjalanan keliling mural ini membuat saya bisa menyaksikan lebih dekat lingkungan Brussels. Salah satu yang paling berkesan adalah lingkungan sekitar stasiun kereta Brussels Midi. Inilah stasiun ketibaan saya dari Frankfurt sehari sebelumnya. Kini saya berkesempatan melihat sekeliling stasiun yang ternyata sangat kotor dan menurut saya jorok untuk ukuran sebuah ibukota di Eropa Barat. Terlihat sampah dimana-mana, puntung rokok, genangan air kecoklatan, mobil rongsokan, grafitti di tembok atau dinding kereta. Dinding-dinding stasiun, halte bus, gedung, fasilitas umum juga terlihat buram dan tidak segar. Padahal ini benar-benar pusat kota lho. Saya beruntung bisa menyaksikan kondisi ini, karena seorang turis biasa tentunya hanya akan menjejakkan kaki di sekitar daerah wisata terkenal. Saya semakin merasa tidak nyaman saat menunggu kereta di platform stasiun, dengan hari yang sudah menembus pk 20:00.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA