PK: SALAH NOMOR TELEPON KE LANGIT KE-TUJUH

Film India berjudul PK (baca: pi-key, yang berarti konyol) sedang menjadi pembicaraan. Tidak hanya karena menjadi film India terlaris sepanjang masa di dalam negeri. Namun juga karena tema sentral cerita. Film produksi tahun 2014 yang dibintangi Aamir Khan and Anushka Sharma ini mengangkat tema sosial yang sangat sensitif. Meski dikemas dalam drama komedi-satir, tetap saja dapat membuat penonton merenung dan berpikir. Sebagian bahkan terbakar emosi dan mengajukan tuntutan ke pengadilan di India.

Ada apa dengan film PK?

Alkisah ‘seorang’ alien (belum tentu ‘orang’ tentunya) tiba di bumi dari planetnya di galaksi seberang sana. Alien yang diperankan oleh Aamir Khan memiliki sebuah kalung yang berfungsi sebagai remote control, pemanggil pesawat antariksanya. Di Bumi, kalung tsb dicuri seorang manusia dan jadilah PK terdampar di Bumi. Tak bisa pulang.

Mencari kalungnya, ia terus berkelana hingga ke kota New Delhi. Bertemu ribuan orang membuatnya semakin bingung. Ia tak paham manusia, yang menurutnya membingungkan. Bahasa verbal dan bahasa tubuh sering kali kontradiktif. Bahasa verbal pun sering memiliki makna ganda.

Kebingungannya memuncak tatkala beberapa orang mengatakan,”Jika tak ada manusia yang bisa menjawab pertanyaanmu (mencari remote control), hanya Tuhan yang bisa menjawabnya.” Lalu bagaimana bisa bertemu dengan Tuhan, yang sering disebut ini? Di sinilah komedi situasi bergulir. PK mendatangi rumah-rumah Tuhan di seantero New Delhi, dan menjadikannya tambah bingung. Bagaimana mungkin semua rumah Tuhan ini memiliki peraturan dan protokoler yang berbeda? 

Rumah yang satu menyuruh manusia melepas sepatu saat masuk rumah Tuhan, sedangkan yang lain menyuruh memakai sepatu.  Rumah yang satu menyukai warna putih, namun bagi rumah lain warna putih berarti duka cita. Rumah yang satu tidak meminta persembahan, sedangkan rumah yang lain meminta persembahan. Harus beli pula!

Bisa dibayangkan dia menjadi korban kesalahpahaman. Ia adalah ‘seorang’ alien yang sama sekali tidak paham konsep Tuhan dan konsep agama. PK mendapati dirinya dihardik para pengikut semua agama di New Delhi. Padahal yang diinginkan hanyalah kembalinya remote control-nya.

Semakin lama PK mengamati, semakin dia sadar bahwa masalah bukan terjadi pada agama atau para pengikutnya. Masalah ada pada pemuka agama, yang menurutnya keliru memahami pesan Tuhan. Sama halnya dengan seorang Manager yang keliru mengerti instruksi Direkturnya. Akibatnya para pengikut agama ikut keliru karena para Manager yang gagal paham. Kini PK terpanggil untuk mengajak manusia Bumi agar introspeksi diri, mengkritisi para ‘Manager’, dan memahami pesan Tuhan yang sesungguhnya. Agar Tuhan bisa menjawab pertanyaan manusia, termasuk menemukan remote control-nya.

Tema cerita inilah yang menjadi pembicaraan banyak orang. Terutama di negeri asalnya. Kecaman dan tuntutan hukum melayang ditujukan kepada film PK. Sekelompok aktivis memprotes film ini. Sampai tulisan ini dibuat pun kecaman dan boikot masih terjadi.

Pengadilan Tinggi Delhi, pada pertengahan Desember 2014, memutuskan untuk menolak gugatan petisi masyarakat karena tidak melihat film PK melakukan penghinaan terhadap agama. Pengadilan menganjurkan agar masyarakat yang tidak menyukai isi film memiliki pilihan untuk tidak menontonnya. Pengadilan juga berpendapat bahwa apa yang divisualisasikan dalam film semata memotret kenyataan yang ada di lingkungan masyarakat, serta merupakan hasil ekspresi seni sang seniman.

Bisa dipahami perasaan sebagian orang yang menontonnya. Saat saya menonton di bioskop, tampak beberapa orang meninggalkan ruangan tanpa menunggu film usai. Mungkin mereka tersinggung.
PK sang alien, merepresentasikan seorang manusia yang sungguh tak mengenal konsep Tuhan, apalagi tentang agama. PK berpikir logis, tanpa ada ikatan dengan keimanan. Murni rasional. Dengan melihat sudut pandang ini, seseorang memang akan kebingungan dalam memahami ‘Manager’, yang dipercayai sebagai perantara atau pemuka agama. Manusia sering kali membutuhkan bimbingan dari orang lain dalam memahami pesan Tuhan-nya. Dan bila manusia salah memilih, pemahamannya akan ajaran Tuhan pun bisa tidak tepat.

Dalam kondisi seperti itu, bisa dipahami banyaknya perilaku manusia hari ini yang sering dipandang tak sesuai dengan ajaran agamanya. Mungkinkah itu terjadi karena kesalahan Manager? Sangat mungkin. Rasanya tak ada agama yang mengajarkan keburukan, kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, penghasutan, korupsi, intimidasi, dan lainnya. Kenyataannya setiap hari kita menemukannya di seluruh penjuru dunia.

Bila berangkat dari pemahaman tsb, seharusnya tidak perlu tersinggung dengan tema film PK. Justru film ini mengajak manusia kembali untuk introspeksi dan memahami kembali apa sebenarnya pesan Tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR SEJARAH PERANG DUNIA II MELALUI KOMIK

GINA: KETIKA KOMIKUS TURUN GUNUNG

USAI BAHARATAYUDHA